APTI: Ada Kampanye Hitam terhadap Petani Tembakau
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menuding adanya kampanye hitam (black campaign) terhadap petani tembakau.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menuding adanya kampanye hitam (black campaign) terhadap petani tembakau.
Menyusul adanya laporan riset dari Human Rights Watch (HRW) yang menyimpulkan ribuan anak Indonesia yang bekerja di ladang tembakau terpapar nikotin.
“Saya belum pernah menemui temuan seperti itu. Ini black campaign bagi petani di lapangan,” kata Agus Parmuji, Ketua Dewan Pimpinan Nasional APTI, dalam siaran pers Kamis (26/5/2016).
Dalam audiensi DPN APTI dengan Kementerian Kesehatan, Senin (16/5), Agus meluruskan tuduhan gerakan anti tembakau yang menyatakan zat green syndrome yang terdapat pada tanaman tembakau membahayakan kesehatan.
Menurutnya, tuduhan tersebut dinilai berlebihan. Pasalnya, petani tembakau di lereng gunung Sumbing Sindoro tidak pernah yang terkena penyakit akibat zat green syndrome.
“Di hadapan pejabat Kemenkes, kami menjelaskan bahwa zat green syndrome pada faktanya tidak ada masalah. Kalau mual, pusing, mungkin saat ini pengaruh perubahan cuaca ekstrim yang terjadi di tahun-tahun terakhir ini,” terangnya.
Agus menyesalkan logika berpikir HRW yang menyatakan penggunaan pestisida pada tembakau membahayakan kesehatan. Jika dibandingkan dengan penggunaan pestisida tanaman hortikultura, penggunaan pestisida pada tanaman tembakau sangat kecil porsinya.
Penyemprotan pestisida pada tanaman tembakau hanya sekali yakni pada bagian daun. Bandingkan dengan tanaman hortikultura kalau penyakitnya berat bisa tiga hari sekali disemprot pestisida.
“Kalau pakai logika laporan HRW, mestinya yang punya dampak terhadap kesehatan ya tanaman hortikultura, bukan malah tanaman tembakau,” cetusnya.
Dijelaskan Agus, petani tembakau ketika memasuki musim tanam, mereka berdoa memohon supaya proses menanam bibit tembakau sampai panen kelak, akan menjadi tumpuan harapan masa depan.
Petani tembakau, sambung dia, wajib berusaha merawat dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari hama yang datang dari lima penjuru.
Menurutnya, sampai saat ini yang belum bisa dilumpuhkan dengan metode budidaya tanam dan obat-obatan bukan hama seperti rengit, ulat, kutu, gasir, uret, dan jontrot.
Tetapi, hama yang datang dari arah Barat (gerakan anti tembakau). Pasalnya, satu-satunya tujuan serangan hama Barat adalah lenyapnya tembakau Nusantara dari bumi pertiwi. "Hama ini dengan cara sistemik bisa menyebabkan tembakau tinggal nama, rontok tak tersisa," ujarnya.
Dalam konteks inilah, DPN APTI meminta HRW dan gerakan anti tembakau agar arif bijak dalam memberikan informasi kepada publik. Jangan sampai informasi atas nama hasil riset ilmiah, ternyata justru berpotensi membohongi publik.
"Petani tembakau sangat kritis membaca informasi. Hati-hatilah dalam menyajikan informasi. Jangan sampai informasinya malah berpotensi membohongi publik asal penyokong dana senang," pungkasnya.(Yudho Winarto/Kontan)