Aturan Pengenaan Biaya Isi Ulang E-Money Berbenturan Dengan Gerakan Non-Tunai
pengenaan biaya isi ulang untuk uang elektronik atau e-money berbenturan dengan program pemerintah mendorong gerakan non tunai.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pengenaan biaya isi ulang untuk uang elektronik atau e-money berbenturan dengan program pemerintah mendorong gerakan non tunai.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kebijakan BI yang berbarengan dengan pelaksanaan elektronifikasi pembayaran jalan tol ini sangat kontradiktif dan hal ini juga bertolak belakang dengan gerakan non-tunai yang digagas BI dan pemerintah.
"Di satu sisi menyuruh masyarakat memakai e-money dan mendorong gerakan non tunai tapi justru dikenakan pungutan, ini jelas disinsentif bagi nasabah emoney khususnya masyarakat pengguna jasa transportasi umum dan tol," ujarnya, Jakarta, Rabu (20/9/2017).
Saat ini ulang e-money dikenakan biaya, Bhima mengkhawatirkan masyarakat akan kembali menggunakan uang tunai dalam bertransaksi dalam berkegiatan ekonomi.
Bhima pun melihat, bank sebagai penyedia kartu e-money, sudah mendapatkan untung tanpa harus ada pengenaan biaya isi ulang e-money karena masyarakat sudah membeli kartunya.
"Masyarakat sudah bayar kartu e-money, beli perdana Rp 50 ribu, dapat saldo Rp 30 ribu, harga kartu Rp 20 ribu, ini tercatat sebagai fee based income bank. Harusnya dengan keuntungan dari penjualan kartu perdana emoney tidak perlu lagi memungut fee top-up, karena dinilai memberatkan konsumen," tuturnya.
Sebelumnya, pihak Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menegaskan, bahwa berdasarkan arahan Menteri BUMN Rini Soemarno, bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI dan Bank BTN memutuskan untuk tidak mengenakan biaya isi ulang e-money.
Ketua Himbara, Maryono mengatakan, langkah ini diambil untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka lebih mencitai sistem cashless di Indonesia.
Karena jika saat awal sudah langsung dikenakan tarif, maka animo dan simpati masyarakat terhadap sistem pembayaran cashless di dalam negeri menjadi tidak maksimal.
"Ini atas dasar dalam rangka awal kami menciptakan sistem pembayaran cashless. Dan untuk sosialisasi ke masyarakat juga sebenarnya sehingga mereka cinta kepada sistem pembayaran cashless," katanya.