Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kisah Saptu, Petani Madu Hutan Sialang Bertahan Merawat Tradisi

Saptu mengaku, menjadi petani madu hutan memang sudah turun temurun dari tradisi di keluarganya

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
zoom-in Kisah Saptu, Petani Madu Hutan Sialang Bertahan Merawat Tradisi
Syahrizal Sidik

TRIBUNNEWS.COM, UKUI - Meski di usia yang tak lagi muda, bukan jadi alasan bagi Saptu (62), warga Desa Lubuk Kembang Bunga, Ukui, Pelalawan, Riau, untuk bekerja sebagai petani madu.

Tak nampak rasa lelah di wajahnya. Malah, dengan semangat Saptu membagi kisahnya menjadi petani madu hutan Sialang yang sangat khas di daerah Kembang Bunga ini.

"Sudah 32 tahun saya melakoni pekerjaan ini," ujar Saptu sembari menunjukkan sebilah kayu yang dipakainya sebagai obor ketika mengambil sarang madu.

Saptu mengaku, menjadi petani madu hutan memang sudah turun temurun dari tradisi di keluarganya. Tribunnews.com pun berkesempatan menemuinya langsung di Desa Lubuk Kembang Bunga, Ukui pada Kamis (14/9/2017).

Untuk menuju Ukui, perjalanan dari Pangkalan Kerinci, Riau memakan waktu perjalanan sekira tiga jam dengan kontur yang bergelombang. Desa ini juga terletak tidak jauh dengan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Saptu mengaku, sekira sepuluh tahun lalu, dalam sekali panen bisa mendapat satu ton madu hutan.

"Bawa gendongan pakai tali di tahun 2007, bisa bawa 1 ton, sekarang paling banter bisa 30 kilo saja," tuturnya.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, hutan saat ini semakin berkurang karena banyaknya hutan yang dipakai sebagai lahan sawit, selain itu banyak pendatang yang mengambil madu yang cenderung merusak. Dulu bisa panen setiap tiga bulan sekali, sekarang diambil setahun sekali.

Saptu menuturkan, sarang madu rata-rata berada di pohon dengan ketinggian 40 sampai 50 meter.

"Kalau kami, naik malam hari pakai obor, dibuat dari kayu jangkang namanya, tujuannya agar tidak merusak induknya, kalau di siang hari, bisa rusak dan induknya pergi" paparnya,

Untuk bisa sampai panen ini selesai prosesnya memakan waktu 25 hari. Ada pun harga jual madu ini tembus Rp. 100,000 per kilogramnya, dengan rata-rata sekali panen 100 kilogram setiap tahunnya.

"Yang terpenting menjaga agar madu terus berkesinambungan, jangan hanya mau mengambil," imbuhnya.

Khasiat Madu Sialang

Saptu mengatakan madu hutan memiliki rasa yang khas. Warna yang kental kehitaman dan rasa manis yang cukup pekat, berbeda dengan madu budidaya atau madu ternak.

"Manisnya khas, lebih terasa kalau madu hutan asli," ujar Saptu seraya menunjukkan hasil madu hutan yang telah disaring dan siap untuk dikonsumsi.

Untuk pemasaran, saat ini Saptu merasa terbantu dengan adanya permintaan pembelian dari karyawan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

"Saat ini kita jual hasil madu hutan ke RAPP, ada kelompok, jarang ngambil sama orang lain, kelompok Pemanen Madu namanya," tambahnya.

Selain itu, PT RAPP juga memberikan pelatihan melalui pembinaan dan memberikan akses mencari madu hutan di area konsesi PT RAPP.

Madu hutan juga memberikan banyak khasiat untuk menjaga stamina dan kesehatan. Selain itu, madu hutan ini juga bisa dijadikan sebagai campuran minuman. Madu hutan punya kandungan asam amino yang cukup.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas