Asosiasi Ritel Minta Pemerintah Tidak Naikkan Tarif Cukai 2018
Asosiasi pelaku ritel pasar dan serikat pekerja meminta pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada 2018 secara eksesif
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi pelaku ritel pasar dan serikat pekerja meminta pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada 2018 secara eksesif.
Pada 2017, kenaikan tarif rokok secara rata-rata tertimbang sebesar 10,5 persen telah menyebabkan volume industri anjlok hingga 6 persen pada semester pertama 2017.
Kenaikan eksesif dipastikan akan mempercepat kematian industri hasil tembakau. Hal ini tentu akan mempengaruhi penghidupan ratusan ribu buruh pekerja di pabrik rokok dan pelaku ritel pasar.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Muhammad Maulana kepada wartawan, Jumat (29/9/2017).
Sudarto meminta pemerintah, dalam menentukan tingkat cukai untuk mempertimbangkan masalah ketenagakerjaan, khususnya nasib buruh rokok.
Wacana pemerintah menaikkan tarif cukai sebesar 8,9 persen akan makin membebani produsen rokok, dimana akan terjadi penuruhan produksi dan pasar yang akan berimbas kepada kesejahteraan buruh.
"Jika kenaikan tarif cukai rokok terlalu tinggi seperti tahun ini, maka penjualan semakin sulit dan otomatis pabrik akan mengurangi jumlah pekerjanya." kata Sudarto.
Menurutnya, kehadiran produsen dan buruh rokok itu justru membantu meningkatkan kesejahteraan di tingkat pedesaan, dengan adanya penciptaan lapangan pekerjaan.
“Pemerintah harus ingat, bahwa dengan menaikkan cukai, tenaga kerja akan menjadi korban. Target tahun lalu saja tak tercapai, kok ini malah dinaikkan, saya tidak mengerti,” ujar Sudarto.
Sementara itu, Maulana mengatakan, para anggotanya turut mengandalkan nasibnya dari produk rokok. Menurutnya, kalaupun ada kenaikan, seharusnya jangan terlalu tinggi.
Kenaikan 10 persen untuk yang tahun ini saja sudah menimbulan gangguan terhadap pedagang pasar, apalagi mengingat saat ini keadaan ekonomi tidak menentu.
“Kalau ada guncangan seperti ini rokok naik hingga 10 persen ini akan sangat berpengaruh besar kepada perdagangan”.
Maulana juga menambahkan bahwa wacana menaikkan tarif cukai sebesar 8,9 persen adalah tidak tepat karena pengaruhnya hanya akan memperburuk perdagangan retail yang keadaanya sekarang masih lesu
“Kenaikan cukai sebesar 8,9 persen akan sangat besar pengaruhnya. Karena pengaruhnya bukan hanya ke rokok, yang lain-lain juga ikut naik. Makanya, usaha perdagangan retail saja sekarang sudah lesu, apalagi ada kenaikan itu” jelas Maulana.
Baik Sudarto dan Maulana meminta pemerintah untuk ekstra hati-hati dalam menentukan kebijakan di industri hasil tembakau yang menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar di Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.