Peneliti: Ditekan Pasar, Tata Niaga Beras yang Dijalankan Pemerintah Tak Adil Bagi Petani
Pemerintah melakukan pembatasan harga jual di petani, padahal harga pasar sedang bagus-bagusnya.
Editor: Choirul Arifin
Kriteria aktor keempat adalah para pihak dengan kepentingan rendah dan pengaruh yang rendah. Pihak ini digolongkan sebagai crowd. Dengan kata lain crowd adalah para pihak (instansi/masyarakat) yang mempunyai minat kecil dan kewenangan yang kecil.
“Berdasarkan temuan di lapangan, para pihak yang terlibat dalam rantai nilai padi dan beras ini tidak ada yang masuk dalam kuadran ini,” jelas Hariadi.
Di luar empat kriteria tersebut, Hariadi memaparkan, ada beberapa para pihak yang menempati di antara kriteria yang ada.
Koperasi Cipinang dan penebas desa menempati antara kriteria pertama dan kedua, yang memiliki kepentingan tinggi dan pengaruh yang sedang.
“Koperasi Cipinang memiliki peran dalam mengorganisir para pedagang beras yang ada di PIBC. Koperasi ini memiliki pengaruh yang sedang dalam mengendalikan harga beras di PIBC. Sedangkan mereka sensitif terhadap stabilisasi harga beras di PIBC,” jelasnya.
Penebas desa juga mereka memiliki pengaruh yang sedang dalam hal penentuan harga kepada petani dan kepada penggilingan atau pengepul besar.
Penebas Desa tidak bisa sebebas yang mereka inginkan untuk mengontrol harga gabah atau padi. Harga berkaitan erat dengan keberlangsungan usaha Penebas Desa.
Harga yang stabil membuat kelompok ini merasa senang karena tidak dibayang-bayangi oleh perubahan harga dalam waktu cepat yang dapat mempengaruhi keuntungan yang mereka peroleh.
Kemudian ada calo desa yang berada pada posisi dengan kepentingan sedang dan pengaruh yang sedang.
“Calo desa merupakan kelompok yang berada di suatu wilayah (desa) yang mengatur tarif (pungutan) ke penebas desa,” jelas Hariadi.
Tarif ini berdasarkan tonase gabah yang diangkut dari wilayah kekuasaan mereka.
Kelompok ini tidak berpengaruh dengan adanya harga gabah dengan kondisi apapun, karena aturan main yang ada di Calo Desa adalah atas intervensi mereka sendiri, tidak tergantung dengan kondisi pasar atau ketetapan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas perlu adanya suatu kelembagaan yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan, peran dan potensi dari para pihak yang terkait dalam rantai beras. “Adanya keembagaan ini menjadi rekomendasi penting dari penelitian ini,” kata Hariadi.
Dia mengungkapkan, kelembagaan ini menjadi penting untuk menghindari terjadinya konflik antar parapihak.
“Kejadian antara Calo Desa dengan bumper oknum Kepolisian dan Penebas Desa di Kerawang merupakan salah satu contoh konflik yang terjadi di lapangan akibat kelembagaan distribusi beras tidak berjalan. Atau kejadian penetapan HPP dan HET oleh pemerintah yang malah memperkeruh situasi di lapangan,” tegasnya.
“Kelembagaan dalam bentuk forum para pihak dapat diinisiasi untuk mewadahi atau mengakomodasi kepentingan parapihak dalam konteks perberasan. selain itu juga dapat dirumuskan platform bersama tentang model bisnis beras yang adil dan berkelanjutan. Forum beras dapat berupa dialog-diskusi atau aksi kolektif. Inisiasi forum ini menjadi bagian yang ditawarkan kepada parapihak yang diwawancarai untuk mengetahui tanggapan mereka,” tegas Hariadi.