Holdingisasi dan Kecerdasan Buatan Salah Satu Cara Benahi BUMN
Sudah saatnya kini BUMN jadi lokomotif baru perekonomian nasional. Ada beberapa pendekatan yang diyakini mampu memberikan arah modernisasi BUMN.
Editor: Deodatus Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembenahan Badan Usaha Milik Negara(BUMN) menuju arah yang lebih modern harus segera dilakukan.
Sudah saatnya kini BUMN jadi lokomotif baru perekonomian nasional.
Ada beberapa pendekatan yang diyakini mampu memberikan arah modernisasi BUMN baik jangka pendek atau jangka panjang.
"Mulai dari perlunya membenahi melalui holdingisasi, restrukturisasi, manajemen risiko hingga modernisasi perusahaan BUMN dengan memanfaatkan kecerdasan bisnis (business intellegent), kecerdasan buatan (artifisial intellegent), internet segala hal, data besar (big data) dan teknologi robotik, " ujar Anggota Komisi VI DPR, Marwan Jafar di Jakarta, Selasa(18/2/2020).
Buat pembanding saja kita bisa menengok kinerja mendunia oleh semacam 'BUMN' di Malaysia melalui institusi bisnis Khazanah atau Temasek di Singapura yang relatif sudah mampu memanfaatkan serta mengoptimalkan berbagai kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi masa depan.
Ia mengingatkan, hanya dengan cara memanfaatkan sejumlah keunggulan pengetahuan dan teknologi tersebut, maka segenap potensi sumber daya alam seperti energi, air dan pangan serta sumber daya manusia Indonesia akan mampu menjadikan BUMN sebagai lokomotif baru perekonomian nasional.
Bahkan berani bersaing di level global. Maksudnya, sudah waktunya pula kita beranjak dari model-model bisnis yang konvensional, banyak jebakan teknis serta bersifat artifisial belaka.
Namun demikian, tambahnya, jati diri bangsa khususnya terkait tugas sosial BUMN, jangan terlupakan. Artinya, BUMN juga tetap wajib nasionalis dan pro kerakyatan serta berkontribusi besar mengurangi kesenjangan ekonomi alias kemiskinan di tengah masyarakat yang masih cukup lebar.
Soal kemiskinan tersebut saat ini sudah jadi masalah global atau bukan hanya melanda Indonesia. Buktinya, penghargaan Nobel Ekonomi tahun 2019 lalu yang diraih Abhijit Banerjee ekonom Amerika yang lahir di India dan istri yang berkebangsaan Prancis-Amerika Esther Duflo, serta ekonom Michael Kremer karya-karyanya dinilai solutif mengatasi kemiskinan.
Yuri Panitia Nobel Swedia menyatakan, para pemenang ini telah memperkenalkan pendekatan baru untuk menemukan jawaban yang dapat diandalkan tentang cara terbaik buat memerangi kemiskinan global.
"Ketiganya menemukan cara baru yang lebih efisien untuk memerangi kemiskinan dengan memecahkan persoalan sulit menjadi lebih sederhana dan lebih mudah ditangani," ujar Politikus PKB ini. (Willy Widianto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.