Boeing Memulai Kembali Produksi 737 MAX Jet Liner
Perusahaan telah mengambil sejumlah langkah untuk mendorong pencapaian kualitas produksi hingga 100 persen
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Produsen pesawat asal Amerika Serikat (AS) Boeing mengatakan pada Rabu kemarin bahwa pihaknya telah memulai kembali produksi jet penumpang Boeing 737 MAX di pabrik Renton di Washington DC, AS.
Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (28/5/2020), produksi itu memang masih dalam tahap kecil, namun Boeing berencana untuk secara bertahap meningkatkan produksi selama 2020 ini.
Seperti yang disampaikan Wakil Presiden sekaligus Manajer Umum Program 737, Walt Odisho dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis pada Rabu kemarin.
Baca: Artis India Bintang Meri Durga, Preksha Mehta Tewas Bunuh Diri karena Depresi dan Sempat Tulis Pesan
Baca: Komitmen KPK Cegah Terjadinya Tindak Pidana Korupsi
Baca: Selandia Baru Capai Nol Pasien Corona, Lima Hari Tidak Ada Kasus Infeksi Baru
"Kami tengah berupaya mengembangkan sistem produksi kami dan membuatnya lebih kuat. Inisiatif ini merupakan langkah selanjutnya dalam menciptakan lingkungan build yang optimal untuk 737 MAX," kata Odisho.
Sementara itu, Wakil Presiden 737 Manufacturing, Scott Stocker menambahkan bahwa perusahaan telah mengambil sejumlah langkah untuk mendorong pencapaian kualitas produksi hingga 100 persen dan memastikan keselamatan di tempat kerja.
Perlu diketahui, pada Desember 2019, Boeing telah mengumumkan bahwa mereka menangguhkan produksi tipe 737 MAX setelah terjadinya dua kecelakaan fatal yang melibatkan tipe pesawat itu.
Kecelakaan yang terjadi pada Lion Air pada Oktober 2018 serta Ethiopian Airlines pada Maret 2019 ini akhirnya membuat US Federal Aviation Administration (FAA) dan regulator lainnya menjatuhkan sanksi untuk 'men-grounded' tipe pesawat ini.
Produksi 737 MAX pun telah dihentikan selama empat bulan setelah terjadinya dua kecelakaan mematikan yang berlangsung dalam waktu kurang dari lima bulan dan menewaskan total 346 orang di dalamnya, termasuk awak kabin.
Masalah pemrograman software pun diidentifikasi sebagai penyebab utama kecelakan fatal ini.