Harga Jual Minyak Goreng Curah tak Boleh Lebih dari Rp 16 Ribu Per Liter, Pedagang Berhenti Jualan
Mansuri meminta harga minyak goreng di tangan pedagang berada di bawah HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 14 ribu per liter.
Editor: Dewi Agustina
Namun jika menurunkan tim ke lapangan, harganya justru jauh lebih tinggi dibanding HET.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, terdapat indikasi praktik monopoli.
Meskipun barang telah didistribusi hingga ke pengecer, perusahaan-perusahaan yang menjadi distributor II rupanya hanya dimiliki oleh 1 orang saja.
"Praktik monopoli ini menyebabkan harga rentan untuk spekulasi sehingga harga di masyarakat masih tinggi. Tapi sekarang sudah mulai kita tindak," jelas Luhut.
Selain di pulau Jawa, pihaknya menemukan kasus lain di Sumatera Utara.
Baca juga: UPDATE Harga Minyak Goreng, Senin 6 Juni 2022: Delima, Filma, Tropical hingga Bimoli
Tim yang diterjunkan ke lapangan menemukan, produk minyak goreng curah dari produsen yang seharusnya disalurkan ke distributor, dibawa kembali ke produsen.
"Jadi dia berputar kembali. Minyak goreng curah tersebut kemudian dikemas ke kemasan premium dan dijual dengan harga premium. Ini tentunya merugikan konsumen yang membelinya karena di sini ada permainan," ujar Luhut.
Belum Optimal
Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) terhadap minyak goreng dalam negeri belum optimal.
Sebagaimana diketahui, pemerintah sejak 1 Juni 2022 telah menetapkan jumlah DMO sebanyak 300.000 ton minyak goreng per bulan.
Jumlah ini 50 persen lebih tinggi dibandingkan kebutuhan domestik sehingga harga minyak goreng bisa turun ke kisaran Rp 14.000 - Rp 15.000 per liter.
Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah kelangkaan dan menekan harga minyak goreng di pasaran.
"Kebijakan DMO dan DPO minyak goreng baru dikatakan sukses jika harga eceran tertinggi ramah terhadap kondisi ekonomi rakyat," ucap Herry Mendrofa.
Menurut dia, persoalan kebijakan DMO dan DPO terletak pada ketegasan Pemerintah dalam menerapkan aturan tersebut. Itu tercermin dari harga eceran tertinggi (HET) yang masih belum turun signifikan.