Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ancaman Krisis Pangan di 2023, Sri Mulyani: Perlu Kolaborasi dan Penanganan Segera

Dinamika geopolitik internasional, terutama perang Rusia-Ukraina, menjadi salah satu penyebab tingginya harga bahan pupuk dunia.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Ancaman Krisis Pangan di 2023, Sri Mulyani: Perlu Kolaborasi dan Penanganan Segera
(Foto: Humas Setkab/Rahmat)
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, ancaman krisis pangan kian nyata di 2023. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pada tahun depan akan terdapat ancaman krisis pangan secara global.

Menurutnya, fokus pembahasan isu pangan berkaitan dengan nutrisi dan pupuk.

Dinamika geopolitik internasional, terutama perang Rusia-Ukraina, menjadi salah satu penyebab tingginya harga bahan pupuk dunia. Sehingga, hal itu berdampak pada meningkatnya harga pupuk di tingkat nasional maupun global.

Hal tersebut turut dibahas dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G-20 di forum Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting (JFAMM) yang dilaksanakan di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (11/10/2022).

Baca juga: Krisis Pangan di Tunisia: Bahan Pokok Langka, Pemerintah Salahkan Perang Ukraina

“Kita akan menghadapi 2023, yang mana akan jauh lebih berisiko dalam hal pangan. Inisiatif, kolaborasi, setelah kami mengidentifikasi dan menguji solusinya, maka kami akan bisa melihat isu apa yang membutuhkan penanganan segera,” tutur Sri Mulyani dalam Konferensi Pers JFAMM yang dikutip dari Kontan, Rabu (12/11/2022).

Adapun Ia juga turut mendorong Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Bank untuk memetakan seluruh respons kebijakan secara global.

Karena ketika tidak ada kolaborasi secara keseluruhan, serta kesamaan data dan dashboard, maka akan menyebabkan tumpang tindih, juga bisa menyebabkan adanya titik krusial yang tidak tertangani.

Berita Rekomendasi

Sehingga, dengan memiliki dukungan dari FAO dan World Bank, maka bisa memetakan dan menguji bagaimana respons kebijakan di setiap negara, atau regional, diterapkan ke global, dan bisa bisa mengidentifikasi area mana yang masih perlu tambahan fokus.

“Misalnya, dalam jangka pendek, program pangan apa yang menunjukkan permintaan untuk dukungan kemanusiaan itu meningkat dua kali lipat, bagaimana menyelesaikan ini,” jelasnya.

Lebih lanjut, untuk jangka menengah, Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 mencari solusi dengan memanfaatkan teknologi untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap pangan serta mengembangkan bibit yang lebih tahan terhadap perubahan iklim.

Sri Mulyani menilai terdapat pula perkembangan perhatian yang saling berkaitan terhadap pupuk. Terutama ini dari World Bank (Bank Dunia), ADB (Asian Development Bank), FAO (Food and Agriculture Organization), dan dari berbagai negara.

Yakni, masalah pupuk hari ini akan berdampak terhadap ketersediaan pangan atau bahkan krisis pangan dalam 8 hingga 12 bulan ke depan.

Dia mengatakan lini masa saat ini akan menuju pertemuan musim semi (Spring Meeting) 2023, yang mana Indonesia akan memberikan presidensi G20 India.

Menurutnya, forum G20 akan melalukan pemetaan bagaimana respons global, juga inisiatifnya di berbagai tingkatan. Tujuannya, akan pemangku kepentingan bisa mengidentifikasi hambatan dan bisa ditangani, baik dari sisi supply, demand, maupun distribusi.

“Kami juga dalam hal ini mengumpulkan inisiatif yang sudah ada, seperti dari World Bank yang memiliki inisiatif US$ 30 miliar dalam menghadapi krisis pangan ini. Kita juga lihat sejak tahun lalu ketika Presidensi Roma, komitmen G20 untuk menyediakan US$ 100 miliar dukungan bujet, sehingga bisa diakses negara yang menghadapi krisis finansial dan pangan. Juga kontribusi seperti World Food Programme,” tandasnya. (Siti Masitoh/Kontan)

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas