Ratusan Pub dan Bar di Inggris Bangkrut karena Inflasi dan Lonjakan Tagihan Energi
Sebanyak 512 perusahaan pub dan bar di Inggris bangkrut tahun lalu, di tengah krisis biaya hidup di Inggris.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Saat ini semakin banyak pub Inggris yang tutup karena meningkatnya tagihan energi dan inflasi. Informasi tersebut dipublikasikan oleh firma akuntansi UHY Hacker Young.
Menurut laporan tersebut, 512 perusahaan pub dan bar di Inggris bangkrut tahun lalu, di tengah krisis biaya hidup. Angkanya naik dari 280 pada 2021.
UHY Hacker Young menyatakan jumlah kebangkrutan tersebut melonjak sebanyak 83 persen pada 2022.
"Krisis biaya hidup, termasuk kenaikan suku bunga, telah mempengaruhi kebiasaan konsumen, membuat mereka cenderung tidak berbelanja untuk 'hal-hal yang tidak penting', termasuk minuman atau makanan di pub. Pemogokan kereta api juga mencegah banyak pelanggan bepergian ke pub di kota atau pusat kota," kata penulis laporan itu.
Dikutip dari Russia Today, Selasa (21/2/2023), temuan menunjukkan, inflasi telah meningkatkan biaya yang harus dibayar sendiri oleh pub untuk persediaan bir dan makanan.
Karena banyak dari perusahaan memiliki sedikit atau tidak ada tabungan maupun kapasitas untuk meminjam setelah diberlakukannya sistem penguncian (lockdown) pandemi virus corona (Covid-19).
Ada lebih banyak perusahaan di industri yang terpaksa 'menutup pintunya'.
"Ini adalah periode yang sangat sulit bagi pemilik pub dan bar, yang merasa perlu membelanjakan lebih banyak sementara penghasilan semakin sedikit. Menyusul periode hilangnya pendapatan selama pandemi, krisis biaya hidup telah menjadi 'paku terakhir' bagi banyak orang," kata salah satu Analis di balik laporan tersebut, Peter Kubik.
Baca juga: 27 Negara Uni Eropa Tercekik Krisis Energi Setelah Rusia Terapkan Aksi Pembatasan Ekspor
Kabar itu muncul setelah pemerintah Inggris mengumumkan rencana untuk memangkas bantuan yang diberikannya kepada bisnis dan organisasi sektor publik terkait pembayaran tagihan energi.
Skema Bantuan Tagihan Energi saat ini, yang diperkenalkan pada September tahun lalu, dilaporkan telah memberikan 18 miliar poundsterling atau setara 22 miliar dolar AS kepada bisnis untuk membantu melonjaknya biaya energi.
Baca juga: Laporan Risiko Global 2023: Konflik Geoekonomi Picu Krisis Energi dan Pasokan Pangan
Namun, skema tersebut akan berakhir pada Maret mendatang, dan paket dukungan baru dilaporkan akan mengurangi dana menjadi 5,5 miliar poundsterling atau setara 6,7 miliar dolar AS.
"Saat ini biaya energi yang melonjak telah menjadi perhatian nomor satu anggota kami selama hampir satu tahun dan akan tetap demikian," ujar CEO British Beer and Pub Association, Emma McClarkin.
"Seperti yang ditunjukkan oleh data ini, tidak ada keraguan bahwa biaya energi menyebabkan bisnis gagal, orang tidak mampu memenuhi kebutuhan dan tidak punya pilihan selain tutup toko.
"Artinya komunitas kehilangan pub atau tempat pembuatan birnya serta pekerjaan dan mata pencaharian yang menyertainya untuk selamanya," kata Emma McClarkin.