Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Biaya Proyek Kereta Cepat Bengkak 1,2 Miliar Dolar AS, Pemerintah Dinilai Telah Rugikan Rakyat

Pihak China ingin penjaminan utang dilakukan melalui APBN, tapi pemerintah Indonesia ingin penjaminan utang melalui PII.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Biaya Proyek Kereta Cepat Bengkak 1,2 Miliar Dolar AS, Pemerintah Dinilai Telah Rugikan Rakyat
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Biaya pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun diangka 1,2 miliar dolar AS. 

"Harus ditolak skema jaminan APBN ini. Sudah beberapa kali APBN mencuci kesalahan perencanaan kereta cepat," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu.

"Harus diperjuangkan skema burden sharing atau berbagi beban antara kreditur dan pemerintah. Itu akan menjadi solusi, bukan dengan tawaran jaminan APBN yang diutarakan Kreditur. Pemerintah harus bertanggung jawab atas kegagalan dan kerugian rakyat dan negara ini," sambung Irwan.

Jadi Bom Waktu

Anggota Komisi VI DPR Amin Ak mengatakan, pinjaman tersebut berpotensi membenamkan Indonesia ke dalam jebakan utang China.

Baca juga: Kementerian Perhubungan Akan Restui Izin Konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung Selama 80 Tahun

Dengan prospek bisnis pengoperasian kereta cepat yang cenderung tidak menguntungkan dan biaya pengelolaan yang mahal, pinjaman sebesar itu dan dengan bunga sebesar 3,4 persen, jelas bisa menjadi bom waktu yang bakal merugikan Indonesia dan berpotensi menjadikan BUMN yang terlibat dalam proyek ini sebagai korbannya.

Bom waktu berupa potensi gagal bayar yang pada akhirnya hanya menyisakan dua pilihan pahit yakni di ballout oleh APBN atau BUMN akan kehilangan konsesinya atas proyek kereta cepat dan potensi bisnis ikutannya seperti pengembangan area potensial bisnis di sekitar stasiun.

“Jika tidak hati-hati, jebakan utang tersebut bahkan bisa berdampak lebih buruk pada BUMN antara lain kemungkinan privatisasi di masa depan karena risiko gagal bayar yang cukup besar,” ujar Amin kepada Kontan.co.id, Jumat (14/4).

Berita Rekomendasi

Di sisi lain, lanjut Amin, keengganan China menurunkan bunga utang hingga dibawah 2 persen menunjukkan lemahnya posisi tawar Indonesia dalam proyek kereta cepat ini.

Amin menilai, China sudah pasti punya kalkulasi terkait risiko bisnis dan pengelolaan kereta cepat. China tetap menolak menurunkan bunga utang padahal pemerintah sudah menawarkan sejumlah proyek strategis.

Menurut Amin, pemerintah menjanjikan China bisa menggarap jalur kereta api cepat Jakarta-Surabaya. Pemerintah juga menjanjikan China bisa masuk ke berbagai proyek strategis. Seperti pelabuhan, pertambangan, dan proyek terkait Ibu Kota Nusantara (IKN) karena agak terlambat membatalkan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Selain itu, Amin menyoroti keinginan China yang meminta APBN menjadi jaminan utang proyek KCJB. Menurut Amin, langkah China tersebut menunjukkan risiko tinggi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, terutama risiko gagal bayar utang maupun risiko kerugian akibat biaya operasional akibat besarnya biaya yang dikeluarkan untuk proyek maupun mahalnya biaya pengelolaan saat mulai beroperasi nanti.

Baca juga: Bahas Soal Bunga Utang Proyek Kereta Cepat, Menko Luhut dan Bos KAI Mau Terbang ke China

“Jadi dari sisi hitungan bisnis sangat tidak menarik,” ucap Amin.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), M.Wahid Sutopo mengatakan, pihaknya belum secara resmi menerima penugasan dari pemerintah untuk melakukan penjaminan terkait proyek KCJB.

Wahid menuturkan, proses penugasan tentunya memerlukan waktu dan pembicaraan yang seksama dengan lender-nya, dan dalam proses tersebut tentunya akan dilakukan persiapan dengan baik.

“Sesuai dengan mandatnya, PT PII telah melaksanakan penjaminan pemerintah di berbagai (proyek) infrastruktur. Jadi bila PT PII akan ditugaskan untuk melaksanakan penjaminan KCJB, tentunya kami akan mempersiapkan dengan baik,” ujar Wahid.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas