Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menkeu Sri Mulyani Beberkan Empat Tantangan Berat Usai WHO Cabut Status Darurat Covid-19

Sri Mulyani, membeberkan empat tantangan berat yang bakal dihadapi usai WHO mencabut status darurat Covid-19. Apa saja?

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
zoom-in Menkeu Sri Mulyani Beberkan Empat Tantangan Berat Usai WHO Cabut Status Darurat Covid-19
YouTube Komisi III DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, membeberkan empat tantangan berat yang bakal dihadapi usai World Health Organization (WHO) mencabut status darurat Covid-19.

Menurut Sri Mulyani, perkembangan dinamika global yang sedemikian cepat, pasca-pandemi telah menciptakan kompleksitas yang berat dalam tahun-tahun sekarang dan ke depan.

"Ada empat tantangan besar yang sedang dan akan dihadapi oleh Indonesia dan negara lain di seluruh dunia," ucap Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (19/5/2023).

Baca juga: WHO Cabut Status Darurat Covid-19, Wapres Ingatkan Masyarakat Tetap Waspada

Sri Mulyani mengatakan, ketegangan geopolitik global menjadi tantangan berat yang perlu dihadapi.

Menurutnya, tensi geopolitik telah menyebabkan perubahan signifikan arah kebijakan ekonomi negara besar dan berimbas bagi seluruh perekonomian.

"Perang Ukraina yang terjadi di awal 2022 mempertajam polarisasi dan fragmentasi geopolitik tersebut. Kerjasama ekonomi dan kemitraan strategis semakin terkotak-kotak sesuai dengan kedekatan aliansi atau friend shoring," ucap dia.

Berita Rekomendasi

"Akibatnya aktivitas perdagangan yang bergantung pada pasar ekspor dan aliran modal luar negeri terkena dampak signifikan. Fragmentasi geopolitik ini telah memicu fenomena dedolarisasi yang juga berdampak besar baik bagi perekonomian AS maupun ekonomi global," sambungnya.

Kemudian, Sri Mulyani mengatakan, tantangan kedua adalah perkembangan teknologi digital yang kian pesat. Menurut dia, perkembangan digitalisasi menjadi ancaman nyata bagi pasar tenaga kerja nasional yang masih didominasi oleh tenaga kerja yang tidak terampil.

Baca juga: Indonesia berencana cabut status darurat Covid-19 menyusul WHO, akan seperti apa sikap masyarakat ke depannya?

Kata Ani, jika tidak diantisipasi, tingkat pengangguran akan meningkat terutama pada kelompok tenaga kerja dengan keterampilan dan pendidikan terbatas.

"Ketidaksiapan pasar tenaga kerja suatu negara juga akan menjadi faktor kendala dalam menarik investasi. Peranan teknologi digital yang makin krusial dalam berbagai aspek kehidupan menjadi pemicu eskalasi persaingan hegemoni Amerika Serikat Tiongkok, yaitu kompetisi penguasaan industri semikonduktor atau chipwar yang saat ini didominasi oleh Taiwan," terangnya.

Sedangkan tantangan ketiga, lanjut Sri Mulyani, perubahan iklim menjadi ancaman nyata bagi manusia dan perekonomian.


Dia menerangkan, cuaca ekstrim yang terjadi terkait perubahan iklim menimbulkan kerugian berupa korban jiwa, aset, dan menurunnya aktivitas produksi.

Baca juga: PHK 400 Staf, Perusahaan Vaksin Novavax Langsung Loyo Pasca WHO Cabut Status Darurat Covid

"AS mengeluarkan inflation reduction act (IRA), Eropa menerapkan karbon border adjustment mechanism (CBAM). Hal ini menjadi hambatan nontarif yang sangat nyata bagi perdagangan internasional dan investasi dari maupun ke AS serta Eropa," jelas Ani

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas