Ternyata Pengusaha Sudah Ekspor Pasir Laut Sebelum Ada Aturan Jokowi
Selama ini, pasir laut memang diizinkan pemanfaatannya untuk kebutuhan dalam negeri, terutama untuk pasir uruk tanah reklamasi.
Editor: Hendra Gunawan
Trenggono mengatakan, rezim ini berbeda dengan rezim 20 tahun yang lalu, di mana saat ini pemerintah akan mulai mengatur bahwa yang diambil haruslah material sedimen.
"Rezim ini berbeda dengan 20 tahun yang lalu. Karena pada waktu itu belum ada peraturan kalau yang diambil itu sedimentasi.
Yang diambil itu pulau-pulau. Sekarang ini itu terjadi. Kita setop," katanya dalam konferensi pers di kantor KKP, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).
Trenggono kemudian mengatakan bahwa pihaknya pernah melakukan beberapa upaya pengehentian akan penyedotan pulau.
"Kita pernah menghentikan penyedotan pulau Rupat di Riau. Itu kita setop. Terus kemudian ada reklamasi tanpa izin di daerah Kendari sana, kita setop.
Ada yang datang juga, 'Pak menteri saya kan ini gini,' aduh mohon maaf, ini ngelawan lingkungan. Negara kita juga yang rugi," ujar Trenggono.
Trenggono kembali menegaskan bahwa saat ini bukan rezim pertambangan. Bagi perusahaan yang ingin mengambil material sedimen, harus melalui izin sejumlah kementerian.
"Jadi, PP ini bukan rezim penambangan. Kalau dia (perusahaan) mau eksekusi, harus dapat izin dari kita. Kalau kita lihat itu enggak bisa, ya enggak boleh. Ini tidak seperti masa lalu. Ini betul-betul yang diambil yang boleh digunakan. Itu yang diatur," katanya.
Selain itu, mengenai ekspor pasir laut, disebutkan dalam Dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu pemanfaatannya, pasir laut dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2).
Trenggono mengatakan, PP ini akan memiliki turunan, yaitu peraturan menteri, di mana di dalamnya merupakan hasil rumusan tim kajian yang berisikan Kementerian KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BRIN, perguruan tinggi, organisasi nirlaba seperti Greenpeace, serta elemen lainnya.
Rumusan tersebut yang kelak akan memunculkan sejumlah persyaratan apakah material sedimentasi tersebut boleh diekspor atau tidak.
"Bahwasanya kemudian ada sisa-sisa, ada yang pengen misalnya membawa keluar, silakan saja kalo tim kajian sedimentasi ini membolehkan.
Penentunya bukan dari PP ini. Penentunya adalah hasil dari tim kajian," katanya. (Kompas.com/Yohana Artha Uly/Tribunnews.com/Endrapta Pramudiaz)