Harga Minyak Mentah Melonjak di Tengah Pembatasan Pasokan oleh Rusia
Harga minyak mentah berjangka Brent naik 48 sen atau 0,5 persen, menjadi 93,75 dolar AS per barel, Senin 25 September 2023.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan pada awal perdagangan, Senin (25/9/2023) imbas ketatnya pasokan minyak mentah di pasar dunia setelah Rusia mengeluarkan larangan sementara ekspor bahan bakarnya.
Harga minyak mentah berjangka Brent naik 48 sen atau 0,5 persen, menjadi 93,75 dolar AS per barel, setelah menetap 3 sen lebih rendah pada Jumat (22/9/2023).
Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 50 sen atau 0,6 persen menjadi 90,53 dolar AS per barel.
“Harga minyak mentah mengawali pekan ini dengan positif karena pasar terus mencerna larangan sementara Rusia terhadap ekspor solar dan bensin ke dalam pasar yang sudah ketat dan diimbangi dengan pesan hawkish The Fed bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama,” kata Tony Sycamore, analis di IG Group.
Pekan lalu, Moskow untuk sementara waktu melarang ekspor bensin dan solar ke sebagian besar negara untuk menstabilkan pasar domestik.
Kenaikan harga minyak juga semakin diperparah oleh pemangkasan pasokan oleh Arab Saudi dan Rusia hingga akhir tahun ini.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Dunia Melonjak Jadi 92 Dolar Per Barel, Imbas Banjir di Libya
Sementara itu, analis di ANZ Bank mengatakan pemangkasan produksi minyak oleh Saudi dan Rusia dapat mendorong pasar ke dalam defisit 2 juta barel per hari (bpd) pada kuartal IV (Oktober-Desember) 2023 dan penurunan persediaan berikutnya dapat membuat pasar terkena lonjakan harga lebih lanjut.
Baca juga: Harga Minyak Mentah Naik, Rusia dan Saudi Arabia Tahan Produksi, Pemerintah Ubah Asumsi ICP di 2024
“Pertumbuhan permintaan minyak global berada di jalur yang tepat untuk mencapai 2,1 juta barel per hari. Itu sejalan dengan perkiraan Badan Energi Internasional dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC),” kata analis itu.