Kemenkop UKM Dorong Pemanfaatan Hasil Pendataan 9,11 Juta KUMKM Tahun 2022 untuk Kebijakan Solutif
Kemenkop UKM mendorong pemanfaatan hasil pendataan 9,11 juta KUMKM Tahun 2022 guna kebijakan solutif dan tepat sasaran.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, NUSA DUA - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop UKM) mendorong pemanfaatan hasil pendataan lengkap koperasi dan UMKM tahun 2022 untuk membuat kebijakan yang solutif dan tepat sasaran.
Tercatat, pendataan lengkap KUMKM 2022 menghasilkan sebanyak 9,11 juta usaha di Indonesia, dengan kriteria usaha non pertanian dan menetap terdiri dari 9,09 juta UMKM dan 20.000 koperasi.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKop UKM) Teten Masduki mengatakan, “Saat saya pertama menjadi menteri, saya tanya data dan ternyata belum ada. Maka kita harus mulai siapkan program berbasis data. Kalau tidak, akan ngawur dan program tidak akan tepat sasaran.”
“Dari data ini kita akan mudah menyusun program pemberdayaan UMKM dan mengembangkan SDM baik pemerintah daerah maupun pelaku UMKM,” tambah Menteri Teten dalam Pembukaan Rakornas Pemanfaatan Hasil Pendataan Lengkap KUMKM 2023 di Bali, Selasa (21/11/2023).
Baca juga: Menkop UKM Minta Lulusan Perguruan Tinggi jadi Wirausahawan Tangguh
Data UMKM, lanjut Menteri Teten, menurut wilayah sebaran banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa yang mencapai 5,4 juta atau sebesar 59,19 persen.
“UMKM yang terkonsentrasi di Sumatera sebanyak 2,2 juta atau sebesar 24,10 persen dan UMKM yang terkonsentrasi di kawasan timur Indonesia yaitu di Pulau Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua sebanyak 1,5 juta atau sebesar 16,71 persen,” kata Menteri Teten.
Menteri Teten menegaskan, data ini tidak bersifat final. Maka dari itu, dia meminta Dinas Koperasi dan UKM di daerah untuk terus mengembangkan dan memutakhirkan hasil pendataan ini.
Data ini juga diharapkan mampu menjadi modal awal untuk mengembangkan UMKM baik secara jumlah dan perubahan data, terutama bagi Dinas Koperasi dan UKM di daerah yang sangat dekat dengan pelaku UMKM.
“Jadi penyusunan data tunggal dan input data dilakukan di daerah. Ini baru non pertanian dan yang menetap. Padahal UMKM terbanyak bergerak di sektor pertanian dan aquaculture. Ini keunggulan komparatif kita dibandingkan negara di dunia,” tuturnya.
Baca juga: Tingkatkan Kapasitas Koperasi dan UMKM, Kemenkop UKM Jalin Kerja Sama dengan Kelompok Negara D-8
Ia pun menekankan bahwa data ini harus dipilah dengan baik. Dari data yang ada, harus dipilah mana UMKM yang sifatnya ekonomi subsisten atau hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan UMKM yang dapat ditumbuhkembangkan.
“Ada juga yang bisa dikembangkan sehingga skala usahanya bisa diperbesar agar kita bisa ekspansi secara nasional atau bahkan go global. Kalau skala usahanya besar itu akan membuka lapangan kerja. Nanti mikro berkurang karena lapangan kerjanya terbuka,” ujarnya.
Menurutnya, terciptanya usaha mikro disebabkan karena tidak terbukanya lapangan kerja formal. Hal ini yang harus dikurangi dengan menciptakan lapangan kerja dari UMKM. Hal ini juga dikatakan sangat erat kaitannya dengan Indonesia menuju negara maju di 2045.
“Tantangannya 97 persen masyarakat Indonesia bekerja di level mikro. Menjadi negara maju itu diukur dari pendapatan per kapita. Saat ini kita sudah masuk negara dengan pendapatan menengah ke atas atau 4.500 dolar AS per kapita. Pada 2045 kita mungkin harus menaikkan ini agar melampaui batas minimum menjadi negara maju,” katanya.
Tambahnya, jika tidak segera mengubah kualitas lapangan kerja, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menjadi negara maju. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menyiapkan lapangan kerja berkualitas melalui industrialisasi yang berbasis bahan baku lokal dan industrialisasi yang melibatkan koperasi dan UMKM.
Baca juga: Permudah Nelayan di Pekalongan Akses BBM, Pertamina Gandeng Kemenkop UKM