Pembayaran Utang Rafaksi Migor Berlarut-larut, Ombudsdman Kirim Surat ke Menko Airlangga
Ombudsman RI pun menemukan telah terjadi penundaan berlarut dalam pembiayaan penyaluran minyak goreng kemasan.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Menurut dia, membawa persoalan ini ke ranah hukum merupakan satu bentuk langkah konkret yang harus pihaknya lakukan guna memperjuangkan hak pelaku usaha.
"Kita ga minta negara, itu bukan uang APBN, bukan uang Kemendag, bukan uang siapapun. Itu uang pelaku usaha menyetorkan 50 dolar AS per metrik ton dan dananya itu BPDPKS itu masih ada," ujar Roy.
Kronologi
Sebagai informasi, persoalan utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayar pemerintah kepada pengusaha ritel tak kunjung selesai.
Masalah ini pertama kali mencuat ketika utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar pemerintah kepada peritel tak dibayarkan.
Awalnya, utang ini ada karena saat terjadi kelangkaan minyak goreng pada Januari 2022, pemerintah menugaskan Aprindo dan anggota di dalamnya untuk menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu minyak goreng di pasaran dijual di atas itu.
Maka dari itu, pemerintah akan menanggung rafaksinya atas selisih harga pokok pembelian pada harga ke-ekonomian dengan harga penjualan di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter seluruh tipe kemasan Migor.
Namun, setelah pergantian menteri dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, Aprindo tak kunjung mendapatkan uang selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan.
Malahan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut tak ada landasan hukum bagi pihaknya untuk membayar utang tersebut.
Baca juga: Kemendag Tak Kunjung Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha, Pasokan Terancam Langka?
Akhirnya, Aprindo menempuh banyak jalan untuk memperjuangkan agar utangnya dibayar. Mereka melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden dan RDPU dengan DPR.
Adapun tagihan yang harus dibayar pemerintah kepada Aprindo sebesar Rp344 miliar melalui dana BPDPKS. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga meminta pemerintah membayarnya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mengatakan akan membayar utang ini setelah legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.
Setelah LO tersebut keluar, Kemendag diminta untuk membayarnya. Namun, mereka kemudian masih meminta PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi pada angkanya. BPKP juga diminta untuk memeriksanya.
Hingga kini, sampai hasil dari pemeriksaan BPKP dan verifikasi angka dari PT Sucofindo keluar, utang Aprindo belum kunjung dibayar pemerintah.