Banyak Tambang Nikel Tutup Akibat Harga Nikel Anjlok, Luhut: Biar Aja, Asal Kita Tak Ikut-ikutan
stok produksi nikel yang terus surplus membuat pertambangan di beberapa dunia kini gulung tikar.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga nikel dunia kembali melanjutkan tren penurunan, menurut data yang dihimpun dari London Metal Exchange (LME) harga nikel telah turun hingga 50 persen dalam jangka waktu setahun terakhir.
Penyebab utama anjloknya harga nikel dunia pada pasar global terjadi akibat meningkatnya pasokan dari Indonesia yang merupakan negara dengan sumber daya nikel terbesar di dunia.
Diketahui, stok produksi nikel yang terus surplus membuat pertambangan di beberapa dunia kini gulung tikar.
Baca juga: Harga Nikel Global Tersungkur Gara-gara Produk Indonesia, Perusahaan Tambang Dunia Bertumbangan
Adapun fenomena penutupan tambang nikel turut dialami oleh penambang-penambang top global seperti BHP Group, Panoramic Resources Ltd, IGO Ltd, Wyloo Metals Pty Ltd, dan First Quantum Minerals Ltd.
Lalu, bagaimana nasib tambang nikel di Indonesia, ikut tutup?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan turut memberikan tanggapan terkait adanya fenomena tersebut.
Menko Luhut tak terlalu ambil pusing, yang terpenting di Indonesia sejauh ini tak terjadi penutupan tambang, dan operasional masih berjalan seperti biasa.
Dalam kesempatan yang sama Menko Luhut juga menjawab anggapan turunnya harga nikel disebabkan terlalu masifnya produksi nikel di Indonesia.
Menurutnya, harga nikel jangan dinilai secara parsial per tahun.
Menurut Luhut, perlu dilihat data panjang per 10 tahun. Karena siklus dari komoditas mineral seperti nikel, batubara, hingga timah itu fluktuaktif.
"Ya biar aja tambang dunia tutup asal kita enggak ikut-ikutan," ucap Luhut saat ditemui di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
"(Indonesia jadi biang keroknya) enggak juga. Saya berkali-kali bilang kalau mau lihat itu harus 10 tahun. Pas lagi sekarang naik, sama aja seperti batu bara," sambungnya.
Luhut juga menepis anggapan yang menyebut Indonesia terlalu jor-joran dalam memproduksi nikel.