Bulog Kebut Pengadaan 200 Ribu Ton Beras dari Thailand dan 1 Juta dari China
Impor beras yang sudah diamankan Bulog ke RI ada 500 ribu hasil carry over dari tahun lalu dan 500 ribu dari kuota impor sebanyak 2 juta.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perum Bulog menempuh berbagai cara agar beras impor bisa masuk Indonesia sebelum panen raya yang diperkirakan tiba akhir Maret 2024.
Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengatakan, pihaknya sedang mencari opsi lain selain lelang.
Salah satu opsi yang diambil adalah kerja sama antar pemerintah negara atau Government-to-Government (G2G). Ada satu negara yang kini sedang dijajaki oleh RI lewat skema ini, yaitu Thailand.
Baca juga: Masyarakat Menjerit Harga Beras Mahal dan Langka, Ini Kata Jokowi hingga Janji Bawahannya
"Kita sedang mencoba untuk mencari opsi lain selain lelang. Kemarin kan ada kita pola G2G dengan Thailand," kata Suyamto kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/2/2024).
"Ini sedang intens kita dengan Kementerian Luar Negeri Thailand, sehingga sampai dengan Maret ini bisa masuk banyak," lanjutnya.
Ia mengatakan, banyaknya beras yang sedang dijajaki dengan Thailand lewat skema G2G ini berjumlah 200 ribu ton.
Jadi, detailnya, impor beras yang sudah diamankan Bulog ke RI ada 500 ribu hasil carry over dari tahun lalu dan 500 ribu dari kuota impor sebanyak 2 juta pada awal tahun ini.
Lalu, ada 200 ribu ton lewat G2G ini yang proses negosiasinya masih berjalan.
Kontrak-kontrak tersebut Bulog batasi waktu ketibaannya di RI, yaitu maksimal bisa tiba pada 30 Maret mendatang.
Suyamto menyebut bahwa skema G2G ditempuh sebagai upaya menindaklanjuti pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Thailand.
"Itu sudah kita tindaklanjut. Artinya, mereka sudah berkomitmen akan mengirimkan, mengekspor beras. Saat ini sedang proses negosiasi harga," tuturnya.
Dia menjelaskan, salah satu pertimbangan lainnya skema G2G diambil karena jika dilakukan lewat lelang seperti yang lalu, ada potensi untuk menaikkan harga dunia.
"Begitu kita buka lelang besar, nanti ada potensi untuk meningkatkan harga dunia. Sehingga, salah satu opsi yang kita pilih adalah dengan pola G2G," ujar Suyamto.
Ia memastikan harga dari skema G2G ini kompetitif. Suyamto mengatakan, angka dari harga lelang kemarin akan dijadikan acuan untuk melakukan negosiasi.
Adapun negara lain yang sedang dalam negosiasi harga di skema G2G ini adalah China. Namun, prosesnya tidak seintens yang sedang dilakukan RI dengan Thailand.
"Kalau China sih komitmennya 1 juta ton. Saat ini kita masih nego harganya," ujar Suyamto.