Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Produk China Banjiri RI Bakal Kena Bea Masuk 200 Persen, Ini Respons Pengusaha dan Peringatan Ekonom

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor non migas Indonesia dari China sebesar 6,05 miliar dolar Amerika Serikat (AS) per Mei 2024.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Produk China Banjiri RI Bakal Kena Bea Masuk 200 Persen, Ini Respons Pengusaha dan Peringatan Ekonom
AFP
Ilustrasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor non migas Indonesia dari China sebesar 6,05 miliar dolar Amerika Serikat (AS) per Mei 2024. 

Selain itu, menurut Yukki, Kadin mengimbau agar Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha, sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga.

"Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik," tutur Yukki.

Kadin Indonesia juga meminta adanya peninjauan mendalam terhadap HS Code yang terdampak pada rencana kenaikan bea masuk ini. Perlu dipertimbangkan agar produk yang belum dapat diproduksi dalam negeri juga produk dengan spesifikasi yang berbeda dapat dikeluarkan dari HS Code terdampak.

"Sehingga penerapan bea masuk ini tepat sasaran dan dampak negatif kebijakan terhadap produktivitas industri dapat dihindari yang juga mendukung peningkatan kinerja ekspor," ujarnya.

Yukki menambahkan, bahwa Kadin Indonesia mengimbau agar ada pendampingan dari KPPU untuk melakukan penelaahan kebijakan sebelum kebijakan tersebut difinalisasi dan disosialisasikan sehingga adanya monopoli ataupun penguasaan oleh golongan tertentu (kartel) dapat dihindari.

Selama ini, ucap Yukki, Kadin Indonesia juga mendukung pemberdayaan UMKM nasional untuk meningkatkan kapasitas bisnis melalui pelatihan, pendampingan, pembukaan akses pasar sehingga dapat berkontribusi pada peningkatan daya saing global yang berorientasi ekspor.

"Oleh karena itu, kami berharap agar rencana kebijakan yang diambil juga turut mempertimbangkan pertumbuhan dunia usaha, khususnya UMKM," ujarnya.

Bersiap Hadapi Xi Jinping

BERITA TERKAIT

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, jika ingin mengenakan tarif yang lebih mahal untuk produk impor asal China, lebih baik jangan pada bahan bakunya, melainkan produk jadinya.

"Kalau bahan baku yang impor dari China itu jangan dikasih lebih mahal tarifnya gitu, tetapi kalau produk jadi boleh. Itu karena ketergantungan kita terhadap China relatif tinggi," katanya.

Esther mengatakan, jika Indonesia ingin mengenakan bea masuk yang tinggi bagi produk China, RI harus siap-siap menerima balasan dari negara pimpinan Xi Jinping tersebut.

Menurut dia, saling membalas ini terjadi pada Amerika Serikat vs China.

Presiden AS kala itu, Donald Trump, mengenakan tarif tinggi untuk produk China. Kemudian, langsung dibalas oleh China. Esther tak ingin ini terjadi juga dengan Indonesia, mengingat ketergantungan kita yang masih tinggi kepada negara tersebut.

Nantinya jika perang dagang terjadi antara Indonesia dan China, ada kemungkinan RI digugat di World Trade Organization.

Lebih lanjut, ia merasa bahwa jika Indonesia ingin mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap produk impor dari China, harus dibarengi dengan upaya menguatkan industri dalam negeri.

Baca juga: Pemerintah Diminta Tentukan Secara Spesifik Produk Impor China Kena Bea Masuk 200 Persen

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas