Seberapa Jauh Duel Donald Trump Vs Harris di Pilpres AS Berdampak ke Perekonomian Indonesia?
Pergantian Presiden AS tidak berdampak signifikan terhadap aktivitas perekonomian Indonesia dengan AS terutma di bidang perdagangan dan investasi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani melihat hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS) tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian di Indonesia.
Shinta menyampaikan, secara historis pergantian Presiden AS tidak berdampak signifikan terhadap aktivitas perekonomian Indonesia dengan AS terutma di bidang perdagangan dan investasi.
Dia memberi contoh ketika Donald Trump maupun Joe Biden memimpin AS.
"Kalau kita lihat dalam parameter pertumbuhan ekspor Indonesia ke AS dan pertumbuhan investasi AS di Indonesia selama ini juga tidak berubah signifikan antara era Trump dengan era Biden," ujar Shinta saat dihubungi Tribunnews, Rabu (6/11/2024).
Shinta memaparkan data, pertumbuhan aktivitas ekonomi bilateral secara rata-rata di antara 5-10 persen per tahun, dan konsentrasi kerjasama ekonomi pun tidak banyak berubah, kecuali pada aspek kerjasama perubahan iklim dan transisi energi di era Biden.
"Karena itu, kami tidak memiliki ekspektasi besar bahwa Pemilu AS ini akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan perdagangan atau investasi Indonesia-AS bila dibandingkan dengan yang sudah terjadi selama ini," imbuh Shinta.
Perbedaan yang besar kemungkinan hanya pada perubahan pendekatan hubungan bilateral antara Indonesia-AS, di mana Trump akan memiliki pendekatan yang transaksional sementara Harris lebih diplomatis dan kolaboratif.
Dampaknya, menurut Shinta, lebih kepada skema kerja sama Just Energy Transition Partnership (JETP) atau skema pendanaan bagi negara berkembang untuk meninggalkan energi fosil dan bertransisi ke teknologi yang rendah karbon.
"Itu bila Trump yg terpilih sebagai Presiden AS. Namun, selebihnya kami rasa akan relatif sama," tambah Shinta.
Kedua Calon Presiden AS, yakni Kamala Harris dan Donald Trump pun punya dampak positif dan negatif yang dirasa kalangan pengusaha relatif comparable bagi Indonesia.
Baca juga: Pemungutan Suara Ditutup, Donald Trump Pimpin Perolehan Suara Pemilu AS
"Bila Trump menang misalnya, Indonesia mungkin bisa kembali mengupayakan adanya perjanjian Limited Trade Deals/LTD dengan AS agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia ke AS dapat memperoleh leverage perdagangan bila menggunakan bahan baku asal AS seperti produk garment," tuturnya.
Tapi, Shinta juga mengingatkan bahwa pada era Trump, Indonesia terancam kehilangan fasilitas GSP atau program preferensi perdagangan AS yang terbesar dan tertua karena Indonesia memiliki surplus perdagangan yang besar dengan AS.
Sebaliknya, bila Harris menang, mungkin Indonesia akan lebih berkesempatan ntk mengekspor komponen baterai kendaraan listrik dan menjadi bagian dari rantai pasok kendaraan listrik dan semikonduktor AS.
Baca juga: Harga Bitcoin Tembus Rekor Tertinggi 75,000 Dolar karena Donald Trump Diyakini Menang di Pilpres AS
Namun, perlu diperhatikan juga bahwa Harris kemungkinan akan semakin menekankan kepada Indonesia untuk mengadopsi standar-standar tata kelola internasional yang baik seperti sustainable mining practices, good regulatory practices, labour practices, dan lain-lain.
Karena itu, Indonesia harus jeli melihat konteks dan karakter kepemimpinan masing-masing Capres AS. Sebab, tidak ada satu pun kebijakan luar negeri dan kebijakan ekonomi para Capres AS ini yang akan secara otomatis menguntungkan Indonesia.
Sama halnya dengan restriksi perdagangan. Trump dan Harris memiliki agenda ekonomi yg sama-sama bisa menjadi restriksi bagi Indonesia.
Donald Trump pada kepemimpinannya bisa dengan mudah “merestriksi” atau lebih tepatnya mencari celah untuk mencegah produk Indonesia masuk ke AS bila dirasa surplus Indonesia terhadap AS terlalu besar.
Trump juga dengan mudah menghalang atau melarang impor produk tertentu karena alasan national security seperti yang terjadi pada kasus impor besi-baja di AS yg dihentikan oleh Trump di awal perang dagang.
Di era Joe Biden pun sama, kata Shinta. Banyak kebijakan perdagangan era Trump yang diteruskan oleh Joe Biden.
Bahkan, kemudian diperluas untuk komoditas tertentu seperti EV melalui kebijakan IRA agar industri-industri yang ditargetkan oleh AS tertarik untuk kembali berinvestasi di AS.
"Jadi tidak ada yang lebih mudah, semuanya tergantung pada respon kebijakan Indonesia sendiri dalam hal meningkatkan daya saing investasi dan ekspor Indonesia ke pasar AS," kata Shinta.