China Diduga Kuat Melakukan Genosida Budaya Uighur
Ada sebuah bangunan di tengah ladang pohon kenari nan gersang di desa berdebu di selatan Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat China.
Editor: Hasanudin Aco
Mudah dipengaruhi
Mengapa terjadi demikian? Sebab, salah satu dari orangtua atau dalam beberapa kasus bahkan kedua orangtua anak-anak itu, telah lebih dahulu dijebloskan ke dalam penjara. China lalu melakukan genosida budaya dan rekayasa ulang sosial di benak anak-anak itu karena kelompok usia mereka paling mudah dipengaruhi.
China telah mengklaim kampanye itu sebagai respons terhadap ekstremisme dan kekerasan di Xinjiang satu dekade lalu, tetapi metode ini jauh melebihi apa yang dibutuhkan untuk kontraterorisme. Hukuman Muslim Uighur tampaknya sesuai dengan definisi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Provinsi Xinjiang di China barat merupakan rumah bagi komunitas warga minoritas Muslim Uighur, Kazakhs, dan minoritas lainnya di China.
Laporan tahunan Komisi Kongres-Eksekutif China, yang dirilis Rabu pekan lalu, mengatakan, ”Personel keamanan di kamp-kamp itu membuat para tahanan disiksa, termasuk pemukulan; kejutan listrik; interogasi dengan cara mengikat tangan dan wajah, kemudian kepalanya ditutup dan dituangi air (waterboarding); pengabaian medis; menelan obat secara paksa; kurang tidur; isolasi atau kurungan; memborgol atau membelenggu dalam waktu lama, serta akses terbatas ke toilet; kerja paksa; ….dan indoktrinasi politik”.
Terkait dengan masalah di Xinjiang, sebagian publik AS telah mendesak Kongres agar segera mengesahkan RUU yang telah diloloskan DPR pada medio Desember 2019. DPR AS meloloskan RUU yang dapat memberikan Gedung Putih kewenangan untuk menjatuhkan sanksi kepada China terkait dugaan persekusi warga minoritas Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang.
Baca juga: AS Hendak Pertanyakan Lagi Penahanan 1 Juta Warga Uighur
RUU yang dinamakan The Uighur Act of 2019 itu berisikan kecaman AS terhadap ”pelanggaran berat hak asasi manusia” China di Xinjiang. Aparat China di sana diduga telah menahan sedikitnya 1 juta etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya secara sewenang-wenang.
Menurut Ketua DPR AS Nancy Pelosi, RUU Uighur adalah tanda bahwa Kongres AS mengambil langkah kritis untuk melawan setiap pelanggaran HAM berat oleh China terhadap etnis Uighur.
Desakan untuk merampungkan RUU menjadi UU akan membuka jalan bagi dijatuhkannya sanksi keras bagi mereka yang bertanggung jawab atas represi tersebut.
Jika kengerian di Xinjiang tidak segera berakhir, seluruh dunia harus menggugat: pantaskah China menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022 di tengah situasi kemanusiaan yang buruk di kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang?
Dalam dua tahun ini hingga Desember 2019, serta di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dunia mengecam kekerasan terhadap minoritas Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menuding China bertindak diskriminatif kepada warga Uighur.
Salah satunya datang dari Turki. Pada pekan ketiga Desember lalu, 1.000 orang berunjuk rasa di Istanbul untuk memprotes tindakan keras China atas warga Uighur di Xinjiang. Aksi itu kemudian disambut oleh ratusan pengunjuk rasa di Hong Kong, wilayah otonomi khusus China, yang juga mengecam tindakan terstruktur Beijing terhadap minoritas Uighur.
Bukti kekerasan
Di Istanbul, bukti kekerasan China atas warga Uighur di Xinjiang dikisahkan oleh seorang kepala sekolah yang khusus didirikan untuk mendidik anak-anak korban kekerasan di Xinjiang tersebut.