WNI Diperbudak Kapal China, Indonesia Mengadu ke Dewan HAM PBB
Hal tersebut disampaikan Indonesia saat berkonsultasi informal dengan Presiden DH PBB pada 8 Mei 2020 lalu.
Editor: Hendra Gunawan
Jenazah 3 ABK WNI itu kemudian dilarung ke laut. Ada pula 1 ABK WNI dari kapal itu
yang meninggal dunia sesampai di Busan, Korea Selatan.
Adapun sebanyak 14 ABK WNI lainnya selamat dan sudah pulang ke Indonesia. Meski demikian, selama bekerja di kapal China itu mereka juga mendapat perlakuan diskriminasi, eksploitasi, dan perlakuan perbudakan.
"Kita mengutuk perlakuan tidak manusiawi yang dialami ABK kita selama bekerja di kapal-kapal milik perusahaan RRC," kata Retno dalam keterangan pers, Minggu (10/5).
Secara terpisah, DNT Lawyers selaku pengacara para ABK WNI menyampaikan ada 11
bentuk eksploitasi yang dialami para ABK kapal bernama Long Xing 629 itu.
Diantaranya mereka diberi makanan tidak layak berupa ayam yang sudah 13 bulan berada di freezer, sayuran tidak segar, hingga umpan makan ikan yang berbau.
Makanan- makanan itu membuat para ABK keracunan. Selain makanan, para ABK juga dipaksa
minum air laut yang telah disuling tapi masih asin dan tidak layak dikonsumsi.
Selama di kapal bernama Long Xing 629 itu, para ABK Indonesia juga harus bekerja 18
jam sehari. Kadang mereka harus bekerja 48 jam tanpa istirahat bila tangkapan ikan
sedang berlimpah.
Selain itu para ABK WNI juga mengalami kekerasan fisik dari wakil kapten kapal serta ABK China. Kerja keras, makanan tidak layak, dikerasi secara fisik, gajinya kecil pula. Bukan hanya gaji kecil, gaji juga tidak dibayarkan penuh selama tiga
bulan.
Di Indonesia, Polri juga menyelidiki indikasi eksploitasi di Kapal Long Xing 629. Pihak
Polri telah memeriksa 14 ABK WNI itu.
"Sementara ada indikasi telah terjadi eksploitasidi kapal tersebut dari kesaksian 14 crew kapal, sebagai bukti awal untuk kami follow up," kata Kasubdit III Ditipidum Bareskrim Polri Kombes John W Hutagalung. (tribun
network/lrs/dit/thr/dod)