Kisah Haru Paskalis, Anak Petani di Pedalaman Papua Berjuang Meraih Mimpi Sekolah S2 di Amerika
Merasa kasihan melihat Paskalis yang selalu berjalan jauh, ia lalu menawarkan tempat tinggal yang lebih dekat.
Editor: Hasanudin Aco
Bertekad mengubah nasib kehidupan keluarganya dan kondisi di tanah kelahirannya, Paskalis Kaipman, anak petani Boven Digoel, Papua, harus tinggalkan ibu dan berjuang meraih pendidikan, hingga kini berhasil kuliah S2 di Amerika. "Yang penting ada mimpi, tidak boleh ragu dengan segala kekurangan."
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - “Saya datang dari keluarga yang sederhana,” cerita Paskalis Kaipman kepada VOA, saat mengenang kehidupannya.
Terlahir sebagai anak petani di kabupaten Boven Digoel, Papua, sejak kecil Paskalis sudah dilatih untuk hidup keras dan penuh dengan perjuangan.
Ia tinggal di kamp pengungsian yang jauh dari perkotaan, dengan kondisi ekonomi yang memprihatinkan.
Tanggung jawabnya sebagai putra pertama dari lima bersaudara bertambah ketika ayahnya meninggal dunia pada tahun 2006, ketika ia masih duduk di bangku SMP kelas 3.
Bersama adik-adiknya, ia harus bekerja “luar biasa keras,” membantu sang ibu dari pagi hingga malam, hanya untuk satu kali makan.
“Mama juga kebetulan dia cacat, tidak bisa kerja yang keras-keras untuk menghasilkan uang,” ujarnya.
Baca: Pemilik Bumbu Desa Meninggal Dunia, Ini Kisah Almarhum Jatuh Bangun Merintis Bisnis hingga Sukses
Memikul peran dan tanggung jawab sebagai pengganti ayah, keluarganya lalu memutuskan untuk meneruskan pendidikannya, namun terpaksa memberhentikan pendidikan adik-adiknya, mengingat keterbatasan ekonomi pada waktu itu.
“Kakak aja yang sekolah. Kemudian kalau kakak bisa berhasil nanti, bisa bantu orang tua lihat adik-adik,” kata Paskalis mengingat pesan keluarganya.
Pendidikan di kampungnya pada waktu itu memang juga sangat terbatas.
Sekolah dasar di kampungnya bergantung kepada hanya satu guru yang mengajar kelas 1-6, yang juga merangkap sebagai kepala sekolah.
“Bisa kadang masuk dari Senin sampai Rabu. Kamis, Jumat nggak. Jadi kami tahu, kalau dikasih informasi ya. Kami punya waktu misalnya dua hari untuk full day bantu orang tua.”
Tekadnya untuk mengubah kehidupan kondisi ekonomi keluarganya, menjadi penyemangat bagi Paskalis untuk terus berusaha meraih pendidikan setinggi mungkin.
Sepuluh Tahun Tak Jumpa Keluarga