Turki Kembali Kirim Dubesnya ke Israel. Apa Tujuan Presiden Erdogan?
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kerap bertukar retorika berapi-api.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Kepentingan Politik Domestik Sangat Mempengaruhi
Lisel Hintz, asisten profesor hubungan internasional di Universitas Johns Hopkins, mengatakan peran Erdogan yang merasa dirinya perwakilan kaum Sunni terletak di jantung pendekatannya terhadap Israel.
“Bagi Erdogan, memperjuangkan perjuangan Palestina tak hanya berasal dari keyakinannya sendiri tentang legitimasi Turki sebagai pemimpin muslim regional,: kata Hintz.
“Tetapi juga dari dukungan domestik dan regional yang dapat dia hasilkan setiap kali dia membela Israel secara terbuka,” imbuhnya kepada Al Jazeera.
Memperhatikan retorika anti-Israel Presiden Turki sering kali bertepatan peristiwa politik utama di dalam negeri.
Hintz mengatakan retorika membela Palestina berarti memenangkan dukungan populasi Muslim lainnya. Sementara menantang Israel, berarti memenangkannya dukungan nasionalis di dalam dan luar negeri.
Terlepas dari motivasi ini, Erdogan adalah seorang politisi pragmatis yang bisa membuat perubahan mengejutkan. Contohnya pemulihan hubungan yang didorong ekonomi dengan Israel pada 2016.
Banyak pengamat memandang penempatankembali Dubes Turki di Israel menjadi tanggapan atas tekanan eksternal baru di Turki, serta situasi ekonomi negara yang berbahaya.
Joe Biden yang akan memimpin AS, kemungkinan besar akan membawa Washington mengambil sikap lebih keras terhadap catatan hak asasi manusia Turki dan keterlibatannya di Suriah, Libya, dan Kaukasus.
Pekan terakhir ini saja, Eropa dan AS sama-sama menyetujui sanksi terhadap Ankara; yang pertama atas eksplorasi energinya di Mediterania Timur.
Di konflik ini, Turki melawan anggota UE lain, Yunani dan Siprus. Masalah lain, AS berkepentingan atas pembelian Turki atas sistem rudal S-400 dari Rusia.
"Saya pikir keputusan untuk menunjuk duta besar baru untuk Israel lebih berkaitan dengan situasi di Mediterania Timur," kata mantan diplomat Turki itu.
“Untuk waktu yang lama, kami telah menganjurkan normalisasi hubungan tidak hanya dengan Israel tetapi juga Suriah dan Mesir. Turki seharusnya tidak diisolasi atas cadangan gas dan wilayah yurisdiksi maritim, ”kata mantan diplomat itu.
Namun, hubungan dengan Israel tidak akan mengubah realitas krisis yang mendalam antara Turki dan mitra baratnya," yang difokuskan pada kasus pembelian rudal S-400 dan eksplorasi gas.
Satu poin kunci bagi Israel adalah hubungan Turki dengan Hamas. Sejumlah komandan senior Hamas sekarang tinggal di Istanbul, tempat mereka kerap dilaporkan merancang serangan.
"Jika Turki mengambil sikap menolak kegiatan Hamas di wilayahnya, itu akan sangat positif dari perspektif Israel," tambah Lindenstrauss.(Tribunnews.com/Aljazeera/xna)