China Ngancam Akan Bombardir Taiwan Jika Nekat Nyatakan Merdeka
China menyatakan, kemerdekaan bagi Taiwan berarti perang dan angkatan bersenjata China akan bertindak sebagai tanggapan atas provokasi asing.
Editor: Choirul Arifin
Serangan China akhir pekan bertepatan dengan kelompok pertempuran kapal induk AS memasuki Laut China Selatan yang disengketakan untuk mempromosikan "kebebasan laut".
China secara rutin menggambarkan Taiwan sebagai masalah paling penting dan sensitif dalam hubungannya dengan Amerika Serikat, yang di bawah pemerintahan sebelumnya Trump meningkatkan dukungan untuk pulau itu dalam hal penjualan senjata dan pejabat senior yang mengunjungi Taipei.
Pemerintahan Presiden Joe Biden, yang menjabat selama seminggu, telah menegaskan kembali komitmennya kepada Taiwan sebagai “tegas”, yang berpotensi menambah ketegangan lebih lanjut dengan Beijing.
Taiwan telah mengecam ancaman dan upaya China dalam melakukan intimidasi, dan Tsai telah berjanji untuk mempertahankan kebebasan pulau itu dan tidak akan dipaksa.
Taiwan sebelumnya menolak menjadi bagian dari China di bawah tawaran "satu negara, dua sistem". Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dengan tegas menolak klaim kedaulatan China atas Taiwan.
China menjawab bahwa "reunifikasi" tidak bisa dihindari dan tidak akan pernah menolerir kemerdekaan Taiwan.
Dalam pidatonya setelah dilantik untuk masa jabatan keduanya yang kedua dan terakhir, Tsai mengatakan hubungan antara Taiwan dan China telah mencapai titik balik historis.
"Kedua belah pihak memiliki kewajiban untuk menemukan cara hidup berdampingan dalam jangka panjang dan mencegah intensifikasi antagonisme dan perbedaan," katanya.
Tsai dan partai politiknya, Partai Progresif Demokratik memenangkan pemilihan presiden dan parlemen pada Januari 2020 lalu.
"Di sini, saya ingin mengulangi kata-kata 'perdamaian, paritas, demokrasi, dan dialog'. Kami tidak akan menerima penawaran Beijing dengan 'satu negara, dua sistem'. Kami berdiri teguh dengan prinsip ini,” kata Tsai.
China menggunakan kebijakan "satu negara, dua sistem", yang menjamin otonomi tingkat tinggi, untuk menjalankan bekas koloni Inggris Hong Kong, yang kembali ke pemerintahan China pada tahun 1997.
China telah menawarkan hal serupa ke Taiwan, meskipun semua partai-partai besar Taiwan telah menolaknya.
Sementara itu Kantor Urusan Taiwan China, menanggapi Tsai mengatakan China akan tetap berpegang pada satu negara, dua sistem dan tidak meninggalkan ruang untuk kegiatan separatis kemerdekaan Taiwan.
"Reunifikasi adalah suatu keniscayaan sejarah peremajaan besar bangsa China,. Kami memiliki kemauan kuat, keyakinan penuh, dan kemampuan yang memadai untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas wilayah," ujarnya.