Daging Buatan Diklaim Ramah Lingkungan, Singapura Jadi Negara Pertama Pemberi Izin Penjualan
Secara terbuka, Singapura menjadi negara pertama yang mengijinkan penjualan daging buatan dari sel hewan hasil inovasi laboratorium
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
Namun demikian, menurut Sexton, hal ini dapat dilakukan tergantung dari lahan apa yang kemudian dipakai untuk memproduksi daging buatan.
Mengingat daging buatan di laboratorium masih sangat baru.
Sehingga, belum diketahui pasti dampak yang terjadi dilingkungan saat daging buatan diproduksi berskala besar.
"Teknologi daging buatan di lab masih baru, jadi kita belum tahu pasti seperti apa efeknya pada lingkungan saat daging buatan diproduksi berskala besar," ujar Sexton.
Belum lagi, produksi daging buatan memerlukan energi yang besar untuk menjaga kehangatan temperatur sel.
"Penelitian terbaru memperkirakan, produksi daging buatan memerlukan energi yang besar untuk menjaga temperatur sel tetap hangat saat selnya sudah tumbuh," papar Sexton.
Selain itu, juga diperlukan penjagaan terhadap sel untuk tetap aktif dan membersihkan bioreaktor, tempat tumbuhnya sel.
Menurut Sexton, Jika energi yang dipakai dalam produksi daging buatan tetap menghasilkan emisi karbon, maka teknologi ini (daging buatan) tidak bisa bermanfaat bagi lingkungan.
"Jadi jika energi yang dipakai dalam produksi daging buatan tetap menghasilkan emisi karbon, dengan kata lain harus memakai energi terbarukan."
"Maka teknologi ini (daging buatan) tidak bisa bermanfaat bagi lingkungan," pungkasnya.
Warga penyuka daging asal Afrika Selatan, Thandi mengatakan inovasi ini diduga tidak akan berhasil di kembangkan di Afrika Selatan.
Selain itu, Thandi mengatakan orang Afrika Selatan menyukai daging asli dari proses penyembelihan atau pemotongan hewan.
"Saya pikir tidak akan berhasil di Afrika Selatan, tidak mungkin."
"Orang Afrika Selatan suka daging asli, mereka suka semuanya yang asli," ujar Thandi.