Ancaman Invasi Rusia meningkat, Amerika Serikat Perintahkan Keluarga Staf Kedubes Tinggalkan Ukraina
Amerika Serikat memerintahkan keluarga staf Kedubes AS di Ukraina untuk meninggalkan negara itu dengan meningkatkan potensi invasi Rusia
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Amerika Serikat pada Minggu (23/1/2022) mengatakan telah memerintahkan keluarga staf Kedutaan AS di Ukraina untuk meninggalkan negara itu karena ancaman aksi militer Rusia.
Diplomat AS dan Rusia tidak mencapai kesepakatan dalam pembicaraan pada Jumat (21/1/2022) dan Moskow telah mengerahkan pasukan di perbatasan dengan tetangganya.
Pada Minggu (23/1/2022), Inggris menuduh Kremlin berusaha untuk menempatkan seorang pemimpin pro-Rusia di Kyiv.
Departemen Luar Negeri mengatakan pihaknya menyetujui keberangkatan sukarela dari karyawan perekrutan langsung AS.
Mereka juga memerintahkan anggota keluarga yang memenuhi syarat meninggalkan dari Kedutaan Besar Kyiv karena ancaman lanjutan dari aksi militer Rusia".
Baca juga: Ukraina Menklaim Rusia Merekrut Tentara Bayaran Untuk Berperang dan Mengirim Senjata ke Timur
Baca juga: Dituduh Bekerja Untuk Rusia, Empat Warga Ukraina Dijatuhi Sanksi Oleh Amerika Serikat
“Warga AS di Ukraina harus mempertimbangkan untuk berangkat sekarang menggunakan transportasi komersial atau pilihan lain yang tersedia secara pribadi,” sebut Deplu AS, seperti dilansir dari The Straits Times.
Departemen Luar Negeri juga mengatakan warga AS tidak boleh melakukan perjalanan ke Rusia karena ketegangan yang sedang berlangsung di sepanjang perbatasan dengan Ukraina.
Departemen Luar Negeri mengeluarkan kembali peringatan perjalanannya yang mengatakan orang Amerika tidak boleh bepergian ke Rusia.
“Warga AS sangat disarankan untuk tidak bepergian melalui darat dari Rusia ke Ukraina melalui wilayah ini,” sebutnya.
Sebelumnya pada Minggu (23/1/2022), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menolak gagasan menjatuhkan sanksi hukuman terhadap Moskow sebelum kemungkinan invasi.
Baca juga: Inggris Mengklaim Moskow Akan Pasang Pemimpin Pro-Rusia di Ukraina, Dekati Mantan Politisi
Baca juga: Uni Eropa Ancam Rusia dengan Sanksi Ekonomi Berat Jika Serang Ukraina
Menurutnya, sanksi tersebut harus digunakan sebagai sarana untuk mencegah invasi Rusia terhadap Ukraina.
"Begitu sanksi dijatuhkan, Anda kehilangan efek jera," kata Blinken kepada CBS.
Menurutnya, AS lebih memilih menyusun serangkaian tindakan yang akan menjadi perhitungan Presiden (Vladimir) Putin.
“Itu termasuk meningkatkan pertahanan di Ukraina dengan lebih banyak bantuan militer,” kata Blinken.
Pejabat pemerintah mengatakan, Presiden Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk mengerahkan beberapa ribu tentara AS, serta kapal perang dan pesawat, ke sekutu NATO di Baltik dan Eropa Timur.
Baca juga: Jika Konfrontasi Militer Rusia Vs Ukraina Pecah, Seluruh Daratan Eropa Bisa Menjadi Medan Perang
Baca juga: Menlu AS dan Jerman Satu Sikap Hadapi Ancaman Rusia Terhadap Ukraina
Langkah itu akan menandakan poros utama bagi pemerintahan Biden, yang hingga saat ini mengambil sikap menahan diri di Ukraina, karena takut memprovokasi Rusia untuk menyerang.
Tetapi pemerintah AS sekarang tidak lagi mengadopsi strategis tidak memprovokasi.
Ini terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin telah meningkatkan tindakannya yang mengancam terhadap Ukraina, dan pembicaraan antara pejabat Amerika dan Rusia telah gagal untuk mencegahnya.
Dalam pertemuan di Camp David pada Sabtu (22/1/2022), tempat peristirahatan presiden di Maryland, kata pejabat pemerintah, pejabat senior Pentagon memberi Biden beberapa opsi yang akan menggeser aset militer Amerika lebih dekat ke wilayah Rusia.
Pilihannya termasuk mengirim 1.000 hingga 5.000 tentara ke negara-negara Eropa Timur, dengan potensi untuk meningkatkan jumlah itu sepuluh kali lipat jika keadaan memburuk.
Baca juga: Joe Biden Prediksi Putin akan Menyerang Ukraina, Ancam Rusia Jika Hal Itu Terjadi
Para pejabat berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara secara terbuka tentang pertimbangan internal.
Menurut mereka, Biden diperkirakan akan membuat keputusan pada awal pekan ini. (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)