Moldova Persiapkan Diri Jika Pecah Perang Efek Konflik Ukraina-Rusia
Moldova memiliki kerentanan karena posisi Republik Transnistria, dan ketegangan dan kerumitan hubungannya dengan Chisinau.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Dodon berseberangan sikap dan pendapat dengan rezim Maia Sandu terkait konflik Ukraina. Penangkapan dan penahanan Dodon diyakini serangan politik oleh Chisinau.
Igor Dodon yang pemimpin Partai Sosialis Komunis Moldova dituduh korupsi dan pengkhianatan tingkat tinggi.
Kremlin mengomentari penahanannya dan mengatakan Rusia khawatir praktik penahanan digunakan terhadap orang-orang yang memiliki hubungan persahabatan dengan Rusia.
Dodon, di sisi lain, mengatakan tidak ada yang bisa menakutinya.
Aktivis dan pendukung Dodon berkumpul di luar gedung parlemen Moldova menuntut pembebasan Igor Dodon dan diakhirinya penuntutannya berdasarkan artikel pengkhianatan tanah air.
Dodon sebelumnya menganjurkan status netral Moldova dalam konflik di Ukraina.
Setelah penahanan Dodon dilakukan, Presiden Moldova Maia Sandu akan leluasa mendiktekan kebijakannya tanpa takut diserang oposisi.
Masalah Transnistria juga akan diputuskan olehnya tanpa ada ruang untuk diskusi.
Dengan demikian, Moldova akan dapat terlibat dalam operasi tempur atau menyediakan pasukan untuk Ukraina. Belum lagi fakta Moldova telah memasok peralatan militer ke Ukraina.
Ketegangan tetap tinggi di Transnistria, meskipun beberapa pasukan telah dipindahkan ke pedalaman.
Penduduk setempat semakin prihatin dengan masalah pengiriman unit pertahanan teritorial lokal ke depan.
Kontrol Rusia atas wilayah Ukraina selatan akan membiarkan militer Rusia mencapai Republik Moldova Transnistria (negara yang memproklamirkan diri).
Pasukan perdamaian Rusia telah dikerahkan di Transnistria sejak 1995.
Pada 18 Mei, Maia Sandu menuntut penarikan pasukan Rusia dari Transnistria karena dia anggap melanggar kedaulatan republik.