Lawan Logika AS dan Barat, PM Malaysia: Masalahnya Bukan Houthi Tapi Agresi Militer Israel di Gaza
PM Malaysia Anwar Ibrahim dengan menyatakan kalau akar permasalahannya bukan pada aksi blokade Laut Merah oleh Houthi melainkan agresi militer Israel
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Lawan Logika AS dan Barat, PM Malaysia: Masalahnya Bukan Houthi Tapi Agresi Milter Israel di Gaza
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengonfirmasi kalau dia berdiskusi dengan para pejabat Mesir tentang cara membawa bantuan ke Gaza melalui penyeberangan Rafah, Jumat (2/2/2023).
Pada kesempatan itu, Anwar Ibrahim menekankan perlunya fokus pada tragedi kemanusiaan yang dialami warga Palestina di Jalur Gaza dan bukan pada hubungan dengan Hamas.
Baca juga: Menhan Israel Deklarasikan Kemenangan di Khan Yunis: 10 Ribu Pejuang Hamas Tewas, IDF Bidik Rafah
Melawan Logika Barat
Mengomentari serangan Houthi di Laut Merah, Ibrahim melontarkan pendapat yang melawan logika yang dijalankan Amerika Serikat (AS) dan sekutu Baratnya, temasuk Inggris.
Dalam pernyataannya kepada Al Jazeera, Anwar Ibrahim menyebut akar masalahnya terkait eskalasi di Timur Tengah, termasuk di Laut Merah, tidak dimulai oleh operasi militer dan blokade yang dilancarkan oleh kelompok Yaman, Houthi melainkan oleh agresi pendudukan Israel terhadap Gaza.
Seperti diketahui, Angkatan Bersenjata Yaman dan Kelompok Ansarallah Houthi melakukan serangan dan blokade Laut Merah dengan klaim menyasar hanya kapal-kapal berentitas Israel, dari dan menuju pelabuhan negara pendudukan tersebut.
Baik Yaman Armed Forces maupun Houthi menyatakan kapal-kapal lain selain entitas Israel tetap bisa melewati Laut Merah, khususnya Selat Bab Al-Mandab, sebuah celah kecil di jalur utama perdagangan dunia.
Houthi menyatakan, blokade Laut Merah sebagai tanggapan atas agresi militer Israel ke rakyat Palestina di Gaza dan tidak akan berhenti sebelum bantuan dunia masuk ke pelabuhan wilayah kantung Palestina tersebut serta berhentinya bombardemen Israel di Gaza.
Amerika Serikat (AS) -sekutu abadi Israel- menganggap aksi Yaman dan Houthi sebagai ancaman terhadap kebebasan maritim dunia.
AS beralasan serangan Houthi menyasar kapal apapun yang mengakibatkan kerugian signifikan bagi ekonomi dunia.
AS lalu merespons dengan upaya membentuk koalisi satuan tugas (Satgas) 'Operation Prosperity Guardian', namun mendapat tanggapan lemah dari para sekutunya yang menilai sudah ada operasi lain di wilayah laut tersebut.
Baca juga: Aliansi Rapuh AS di Laut Merah, Anggota NATO Ogah-ogahan Diajak Perang Lawan Houthi Yaman
Belakangan, dibantu Inggris, alih-alih mendesak Israel dengan berbagai cara untuk berhenti menggempur Gaza, Washington justru memutuskan untuk melakukan langkah ofensif dengan melancarkan serangan-serangan ke teritorial Yaman dengan dalih ke sasaran di waktu tertentu hanya untuk melemahkan kemampuan tempur Houthi.
Logika ini yang dilawan Anwar Ibrahim dengan menyatakan kalau akar permasalahannya bukan pada aksi blokade Laut Merah oleh Houthi melainkan agresi militer Israel di Gaza.
Malaysia Dukung Gaza
Pejabat tinggi Malaysia tersebut menegaskan, dinas keamanan di negaranya berada pada tingkat kewaspadaan tertinggi dalam mengantisipasi setiap operasi pembunuhan terhadap warga Palestina.
Dia juga menekankan kalau negaranya tidak akan mentolerir segala upaya untuk membunuh warga Palestina di wilayahnya.
Pada bulan Desember 2023, Malaysia mengumumkan dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kantor Perdana Menteri bahwa mereka melarang kapal yang membawa bendera Israel dan mencegah kapal yang menuju ke Israel memuat barang di pelabuhan.
Dijelaskan, langkah-langkah ini dilakukan Malaysia, “Sebagai tanggapan atas tindakan Israel yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan melanggar hukum internasional dengan terus melakukan pembantaian dan kekejaman terhadap warga Palestina.”
Dalam pernyataan terakhirnya, Perdana Menteri Malaysia memuji gugatan Afrika Selatan terhadap pendudukan Israel di Mahkamah Internasional (ICJ), dan membuktikan dukungan penuh negaranya terhadap langkah tersebut.
Ibrahim menyatakan: “Malaysia dengan tegas menegaskan posisinya dalam mendukung penuh upaya Afrika Selatan di Mahkamah Internasional untuk menentang tirani dan mendukung keadilan.”
Baca juga: Cucu Nelson Mandela Sebut Gugatan Afsel ke Israel Belum Kelar, Palestina Harus Merdeka
Perdana Menteri Malaysia mengkritik negara-negara Barat karena mengabaikan dan terus diam atas “kekejaman yang dilakukan oleh pendudukan Israel di Palestina sejak 7 Oktober 2023.”
Ibrahim juga memposting pernyataan di X: “Negara-negara Barat terus menutup mata terhadap kekejaman yang dilakukan oleh Israel, dan secara efektif terlibat dalam tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berbahaya. Sampai saat ini, sejak tanggal 7 Oktober, Israel telah membunuh 24.100 nyawa tak berdosa tanpa mendapat hukuman, bahkan ketika sebagian besar komunitas internasional dengan keras mengutuk tindakan keji dan genosida mereka.”
Pejabat Malaysia itu menambahkan: “Serangan pembantaian brutal terhadap warga Palestina yang tidak bersalah baru-baru ini hanyalah perpanjangan dari penindasan dan tirani yang telah berlangsung selama tujuh dekade, yang jelas-jelas merupakan perwujudan kebencian, rasa jijik dan antagonisme rezim Israel terhadap rakyat Palestina.”
(oln/Memo/*)