Israel Bom Sekolah di Nuseirat, Sekjen PBB: Tiap Titik di Gaza Potensial Jadi Killing Zone
Tidak ada tempat yang aman di Gaza. Tidak ada tempat berlindung, tidak ada rumah sakit, dan tidak ada yang disebut zona kemanusiaan
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Israel Bantai Sekolah, Sekretaris Jenderal PBB: Tak Ada Tempat Aman di Gaza, Tiap Titik Potensial Jadi Killing Zone
TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin (15/7/2024) menyatakan keprihatinannya atas situasi yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, dengan mengatakan “tidak ada tempat yang aman” di wilayah kantong yang terkepung.
“Tingkat pertempuran dan kehancuran yang ekstrim di Gaza tidak dapat dipahami dan tidak dapat dimaafkan… Di mana-mana terdapat potensi zona pembunuhan,” kata Guterres di X (dulu twitter).
Baca juga: Tentara Israel Cabut Pernyataan Sudah Lenyapkan Muhammad Al-Deif: 4 Bulan di Khan Yunis Cuma Zonk
"Sudah saatnya bagi pihak-pihak yang berkonflik untuk menunjukkan keberanian politik dan kemauan politik untuk akhirnya mencapai kesepakatan," tambahnya.
Secara terpisah, juru bicara PBB, Guterres Stephane Dujarric mengatakan badan dunia itu menyerukan semua pihak untuk menghormati kewajiban mereka berdasarkan hukum kemanusiaan internasional dan terus melakukan tindakan untuk “menyelamatkan warga sipil dan objek sipil.”
“Saya dapat memberitahu Anda lebih lanjut bahwa kami dan mitra kemanusiaan kami terus membantu keluarga yang mengungsi dari Gaza utara ke daerah di selatan,” katanya kepada wartawan.
Dujarric menyoroti kalau Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan bahwa dengan setiap arahan evakuasi baru, keluarga-keluarga di Gaza dipaksa untuk membuat pilihan yang mustahil: Tetap berada di tengah permusuhan aktif atau melarikan diri ke daerah-daerah yang memiliki sedikit ruang atau layanan.
Baca juga: Israel Sebar Selebaran Perintahkan Warga Mengungsi Lagi, Hamas: Jebakan, Koridor Aman Ternyata Maut
“Tidak ada tempat yang aman di Gaza. Tidak ada tempat berlindung, tidak ada rumah sakit, dan tidak ada yang disebut zona kemanusiaan,” tegasnya.
Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan 7 Oktober tahun lalu oleh kelompok Palestina Hamas.
Hampir 38.700 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 89.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Lebih dari sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum negara itu diinvasi pada 6 Mei.
Baca juga: Brigade Martir Al-Aqsa Adang Serbuan IDF di Kamp Balata, Brigade Al-Quds Serang Tentara di Tulkarm
Israel Bantai Sekolah UNRWA di Kamp Nuseirat
Lontaran Sekjen PBB ini menyusul aksi bombardemen Israel terhadap lokasi-lokasi sipil, termasuk sekolah.
Pembantaian baru Israel di sekolah UNRWA di Kamp Nuseirat menewaskan sedikitnya selusin pengungsi Palestina.
Israel telah meningkatkan serangannya terhadap sekolah-sekolah dan fasilitas-fasilitas yang menampung ratusan warga Palestina yang terpaksa mengungsi.
Serangan tentara Israel kepada para pengungsi itu dilakukan dalam upaya terang-terangan untuk memberikan tekanan pada Hamas dalam perundingan gencatan senjata yang sedang berlangsung.
Pasukan Israel melancarkan serangan udara terhadap sekolah Abu Oreiban yang dikelola UNRWA di Kamp Nuseirat di Gaza tengah pada tanggal 14 Juli, membantai sedikitnya 15 warga Palestina yang mengungsi dan melukai lebih dari 70 orang, menurut laporan Kementerian Kesehatan Gaza.
Menurut direktur Rumah Sakit Al-Awda, 70 persen korban adalah perempuan dan anak-anak.
Ratusan warga Palestina yang terpaksa mengungsi mencari perlindungan di sekolah Abu Oreiban.
Pada 10 Juli, dilaporkan empat sekolah menjadi sasaran Israel hanya dalam empat hari.
Kamp Nuseirat telah menjadi target utama para perencana Israel dalam sebulan terakhir, terutama sekolah-sekolah yang melindungi warga Palestina yang terpaksa meninggalkan rumah mereka di wilayah lain akibat pemboman Israel.
Pasukan Israel telah melakukan lebih dari 40 pembantaian di kamp yang penuh sesak tersebut sejak dimulainya perang pada bulan Oktober.
Pada tanggal 7 Juli, pasukan Israel mengebom sebuah sekolah UNRWA, menewaskan 16 orang dan melukai 50 lainnya, di antaranya anak-anak.
Pada tanggal 8 Juni, serangan besar-besaran Israel menewaskan sedikitnya 274 warga Palestina, termasuk 64 anak-anak dan 57 wanita, dan melukai hampir 700 orang di Kamp Nuseirat.
Pemboman itu terjadi sebagai bagian dari operasi penyelamatan empat warga Israel yang ditawan oleh Hamas.
Pada 16 Maret, serangan udara Israel di Nuseirat membantai 36 anggota keluarga yang sama yang berkumpul di rumah mereka untuk berbuka puasa Ramadhan setiap hari.
Mohammed al-Tabatibi, 19, menunjukkan kepada koresponden AFP di mana jenazah kerabatnya disebar di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di dekat Deir al-Balah.
“Ini ibu saya, ini ayah saya, ini bibi saya, dan ini saudara-saudaraku,” kata Tabatibi sambil menangis.
“Mereka mengebom rumah saat kami berada di dalamnya. Ibuku dan bibiku sedang menyiapkan makanan sahur. Mereka semua syahid,” jelasnya sebelum jenazah ditumpuk di truk untuk dibawa ke pemakaman.
AFP menambahkan, karena kantong jenazah tidak mencukupi, beberapa korban tewas – termasuk setidaknya dua anak – dibungkus dengan kain putih. berlumuran darah.
Pada tanggal 20 Oktober, Israel mengebom rumah keluarga al-Aydi di Nuseirat, menewaskan 28 warga sipil, termasuk 12 anak-anak.
Rumah itu terletak di kawasan di mana militer Israel memerintahkan warga Gaza utara untuk mengungsi.
Amnesty International melaporkan bahwa Rami al-Aydi, istrinya Ranin, dan ketiga anak mereka – Ghina, sepuluh, Maya, delapan, dan Iyad, enam – terbunuh.
Zeina Abu Shehada dan kedua anaknya, Amir al-Aydi, empat tahun, dan Rakan al-Aydi, tiga tahun, juga tewas, bersama ibu Zeina dan dua saudara perempuannya.
(oln/anadolu/tc/*)