Bangladesh Dilanda Kerusuhan Mematikan, 32 Tewas, Ibu Kota Lumpuh, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Ibu kota Bangladesh, Dhaka, berada dalam kondisi internet padam total begitu juga dengan sambungan telepon.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Helikopter menyelamatkan 60 petugas polisi yang terjebak di atap gedung kampus Universitas Kanada, tempat terjadinya beberapa bentrokan paling sengit di Dhaka pada hari Kamis.
Aksi unjuk rasa yang hampir dilakukan setiap hari pada bulan ini menuntut diakhirinya sistem kuota yang mencadangkan lebih dari separuh jabatan pegawai negeri untuk kelompok tertentu, termasuk anak-anak veteran perang negara itu melawan Pakistan pada tahun 1971.
Para kritikus mengatakan skema ini menguntungkan anak-anak dari kelompok pro-pemerintah yang mendukung Hasina, 76 tahun, yang telah memerintah negara itu sejak 2009 dan memenangkan pemilu keempat berturut-turut pada bulan Januari setelah pemungutan suara tanpa adanya oposisi yang tulus.
Pada tanggal 7 Agustus, Mahkamah Agung akan mendengarkan permohonan banding pemerintah terhadap putusan pengadilan tinggi yang memerintahkan penerapan kembali kuota tersebut. Hasina meminta para santri bersabar hingga putusan dijatuhkan.
Pemerintahannya dituduh oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia mengambil alih lembaga-lembaga negara dan membasmi perbedaan pendapat, termasuk melakukan pembunuhan di luar proses hukum terhadap aktivis oposisi.
Mubashar Hasan, pakar Bangladesh di Universitas Oslo di Norwegia, mengatakan protes tersebut telah berkembang menjadi ekspresi ketidakpuasan yang lebih luas terhadap pemerintahan otokratis Hasina.
“Mereka memprotes sifat represif negara,” katanya.
“Para pengunjuk rasa mempertanyakan kepemimpinan Hasina, menuduhnya mempertahankan kekuasaan dengan kekerasan,” tambahnya.