AS Bantah Terlibat dalam Pembunuhan Bos Hamas Ismail Haniyeh di Iran, Blinken: Tak Tahu
Amerika Serikat mengklaim tak terlibat dalam aksi pembunuhan terhadap kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Iran.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) mengaku tak terlibat dalam aksi pembunuhan terhadap kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran, Iran, pada hari Rabu, (31/7/2024).
Dalam wawancara dengan Channel News Asia di Singapura, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya "tak tahu dan tak terlibat".
Ketika ditanya mengenai dampak yang akan muncul pembunuhan itu, Blinken juga mengaku tidak tahu.
"Susah untuk berspekulasi, dan saya selama bertahun-tahun belajar untuk tidak berspekulasi mengenai dampak suatu peristiwa terhadap hal lain," ujarnya.
Dia kemudian menegaskan pentingnya mewujudkan gencatan di Jalur Gaza yang sudah dilanda perang selama 9 bulan. Kata Blinken, AS akan terus mengupayakannya.
"Sangat penting untuk membantu mengakhiri penderitaan warga Palestina di Gaza. Sangat penting untuk memulangkan para sandera, termasuk sejumlah warga Amerika."
Blinken meyakini gencatan senjata tetap menjadi cara terbaik untuk meredakan ketegangan di Timur Tengah.
"Salah satu hal yang kami fokuskan ialah berusaha memastikan bahwa konflik yang muncul di Gaza tidak menyebar, tidak menular ke tempat lain, tidak bereskalasi, dan kami akan terus melakukannya."
Kunjungan Blinken ke Singapura pada hari Selasa itu adalah bagian dari lawatannya yang ke-18 di kawasan Indo-Pasifik.
Hamas dan Iran bersumpah membalas
Israel dituding berada di balik pembunuhan Haniyeh. Namun, hingga saat ini Israel belum membantah atau mengonfirmasinya.
Baca juga: Jusuf Kalla Terbang ke Doha Qatar Malam Ini, Hadiri Prosesi Pemakaman Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh
Meski demikian, sebelumnya para pejabat Israel mengatakan, semua pemimpin Hamas bertanggung jawab atas serangan Hamas ke Israel pada tanggal 7 Oktober 2023.
Adapun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Rabu malam berujar, Israel kini menghadapi "hari-hari yang menantang".
Netanyahu mengklaim Israel sudah siap menghadapi segala skenario dan akan bersatu untuk melawan setiap ancaman.
Kita akan menuntut harga mahal atas setiap agresi terhadap kita di semua front," kata perdana menteri sayap kanan itu dikutip dari Financial Times.
Menurut Hamas, Haniyeh tewas karena "serangan Zionis yang berbahaya di kediamannya di Teheran".
Al Arabiya dan Al Hadath melaporkan Haniyeh dibunuh pada pukul 02.00 waktu setempat saat sedang tidur.
Pembunuhan itu dilakukan dengan rudal yang mengarah langsung ke tubuh Haniyeh. Pengawal Haniyeh juga dilaporkan tewas.
Haniyeh berada di Teheran untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezehkian.
Hamas bersumpah akan membalas serangan Israel yang menewaskan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran, Iran.
Anggota biro politik Hamas, Musa Abu Marzouk, mengatakan pembunuhan Haniyeh adalah tindakan pengecut. Kata dia, Hamas akan membalas tindakan itu.
“Dengan belasungkawa bagi negara Palestina yang heroik dan negara Islam ini dan para pejuang di Front Perlawanan, dan negara Iran yang terhormat, pagi ini (Rabu) kediaman Dr. Ismail Haniyeh, kepala biro politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan setelah peristiwa ini, dia dan salah satu pengawalnya mati syahid,” demikian pernyataan Hamas dikutip dari Mehr News.
Baca juga: Haniyeh Tewas, Israel Juga Membunuh Komandan Palestina Wadie Haddad dengan Pasta Gigi di Tahun 1978
Seperti Hamas, Iran juga bersumpah akan membalas Israel atas kematian Haniyeh.
Iran mengatakan akan bertanggung jawab karena peristiwa itu terjadi di wilayah kedaulatannya.
"Penjahat dan teroris Zionis membunuh tamu terkasih kita di rumah dan membuat kita sedih, tetapi hal itu juga membuka jalan bagi hukuman keras terhadap dirinya," kata Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Sementara itu, Qatar mengecam pembunuhan Haniyeh. Negara itu menjadi salah satu juru penengah dalam perundingan Hamas-Israel.
Menurut Qatar, pembunuhan Haniyeh adalah "kejahatan mengerikan dan eskalasi berbahaya".
(Tribunnews/Febri)