Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Kekerasan seksual jadi tontonan pelajar di ruang kelas SD di Demak – ‘Mereka hanya mencontoh orang dewasa’

Kasus kekerasan seksual yang menjadi tontonan pelajar di Demak, Jawa Tengah berakar dari minimnya edukasi dan pemahaman bentuk-bentuk…

zoom-in Kekerasan seksual jadi tontonan pelajar di ruang kelas SD di Demak – ‘Mereka hanya mencontoh orang dewasa’
BBC Indonesia
Kekerasan seksual jadi tontonan pelajar di ruang kelas SD di Demak – ‘Mereka hanya mencontoh orang dewasa’ 

“Di Indonesia reproduksi sehat diajarkan di SMA, mestinya sudah diajarkan sejak dini dengan penekanan yang berbeda."

"Begitu juga dengan relasi kuasa antara guru dan murid yang pengawasannya juga belum optimal sehingga kasus seperti ini masih berulang,” ujarnya kemudian.

Periode Januari–September 2023, KPAI menerima 1800 kasus terkait pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Pada klaster perlindungan anak khusus, anak korban kekerasan seksual menempati posisi tertinggi dengan 252 kasus.

KPAI, kata Diyah, sudah beberapa kali menangani kasus serupa di Demak.

Evaluasinya, implementasi dan sosialisasi Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan Peraturan Menteri Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan belum optimal.

“Terkadang sekolah juga menutupi kasus sehingga tidak tegas terhadap pelaku,” kata Diyah, sambil menyarankan masyarakat harus berani melaporkan jika mendapati kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak pada pihak berwenang.

Ia memperingatkan kasus seperti ini “bukan malah menyebarluaskan terutama di sosial media, terutama karena pelaku dan korban masih berusia anak".

Bagaimana prosedur anak berhadapan dengan hukum?

BERITA REKOMENDASI

Bagaimanapun, ada konsekuensi hukum meskipun pelaku adalah anak.

Dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum seperti di Demak, Diyah mewanti-wanti agar aparat penegak hukum mengedepankan Undang Undang Perlindungan Anak dan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Proses hukum terhadap anak berusia di bawah 18 tahun diatur berbeda dari orang dewasa.

Hal ini lantaran anak berhak memperoleh perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan sebagaimana Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child).

Dalam sistem peradilan pidana anak, terdapat status anak yang berbeda dari pidana umum. Semua anak yang terlibat dalam kasus pidana disebut sebagai “Anak yang Berhadapan dengan Hukum”.

Mereka adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun.

Lalu, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi akibat tindak pidana.

Kemudian, Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Pemerintah dan lembaga negara wajib melakukan sejumlah upaya, dan ini merupakan hak dari anak yang berhadapan dengan hukum:

  • penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
  • pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
  • pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
  • pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

Anak Korban juga berhak memperoleh restitusi (ganti kerugian) yang disematkan dalam tuntutan di pengadilan. Restitusi itu berasal dari pelaku kejahatan.

Hak anak selama proses pengadilan:

  • diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
  • dipisahkan dari orang dewasa;
  • memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
  • melakukan kegiatan rekreasional;
  • bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
  • tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
  • tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
  • memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
  • tidak dipublikasikan identitasnya;
  • memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
  • memperoleh advokasi sosial;
  • memperoleh kehidupan pribadi;
  • memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas;
  • memperoleh pendidikan;
  • memperoleh pelayanan kesehatan; dan
  • memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam sistem peradilan pidana anak juga diatur bahwa setiap perkara harus mengedepankan diversi dengan pilihan penyelesain perkara di luar proses peradilan.

Namun, diversi hanya bisa dilakukan dengan syarat ancaman pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Anak juga baru bisa ditahan dengan syarat telah berumur 14 tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara tujuh tahun atau lebih.

Jika lanjut ke meja hijau, maka proses sidang berlangsung tertutup kecuali pembacaan keputusan. Anak pun tak wajib hadir di persidangan. Identitas anak yang berhadapan dengan hukum harus dirahasiakan, termasuk oleh media massa.

Anak yang divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara akan dibina di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Sejumlah ketentuan bagi pidana Anak:

  • Apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.
  • Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
  • Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 tahun.
  • Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
  • Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
  • Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.

Ketentuan lain terkait dengan usia dan pembinaan pada Anak adalah:

  • Anak yang belum selesai menjalani pidana di LPKA dan telah mencapai umur 18 tahun dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda.
  • Dalam hal Anak telah mencapai umur 21 tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana, Anak dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan dewasa dengan memperhatikan kesinambungan pembinaan Anak.
  • Dalam hal tidak terdapat lembaga pemasyarakatan pemuda, Kepala LPKA dapat memindahkan Anak ke lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati berharap ada keseimbangan hak-hak antara pelaku dan korban dalam penegakan hukum penyelesaian kasus ini .

"Karena di sini sama-sama adalah usianya anak," ujar perempuan yang akrab disapa Ayu tersebut.

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas