Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Hasil Autopsi Verbal Kemenkes, Jantung, Stroke dan Kecelakan Jadi Pemicu Meninggalnya Petugas KPPS

KEMENTERIAN Kesehatan telah melakukan autopsi verbal di 34 provinsi Indonesia, terkait kesehatan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS

Penulis: Anita K Wardhani
zoom-in Hasil Autopsi Verbal Kemenkes, Jantung, Stroke dan Kecelakan Jadi Pemicu Meninggalnya Petugas KPPS
Wartakota/henry lopulalan
PAHLAWAN DEMOKRASI - Warga meletakkan bunga saat aksi dukacita untuk pahlawan demokrasi di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (28/4/2019). Aksi tersebut dilakukan untuk mengenang 270 lebih orang pejuang demokrasi yang terdiri dari petugas KPPS/KPU serta anggota Polri yang gugur saat mengawal proses Pemilu 2019. (Warta Kota/henry lopulalan) 

Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin juga memastikan hoaks petugas KPPS tewas diracun.

"‎Bukan, itu hoaks. Kami sudah menerima laporan tersebut dari keluarga petugas KPPS tersebut," ujar Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin via ponselnya, Jumat (10/5/2019).

Kapolsek lantas menerangkan informasi sebenarnya di balik kematian ‎petugas KPPS itu. Kata dia, petugas KPPS bernama Sita Fitriati meninggal karena sebelumnya menderita penyakit TBC.

"Itu TBC sudah lama. Sedang dalam berobat dia jadi anggota KPPS. Pada saat pencoblosan, dia ngedrop, pulang jam 12 siang. Sampai kemarin dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin enggak sembuh, terus meninggal dunia," papar Asep.

Informasi yang menyatakan bahwa Sita meninggal karena diracun tidak bisa diterima akal sehat. Sebab, kepastian meninggal diracun harus didukung alat bukti medis.

"Kalau benar (diracun) kita pasti bertindak, justru ini hoaks," cetus Asep.

Ada pun informasi yang disebar di media sosial itu adalah:

Berita Rekomendasi

"Ditemukan zat kimia C11H16NO2PS dalam tubuh korban KPPS, efek dari Racun....VX (nama IUPAC: O-ethyl‎ S-[2- (diisopropylmino) ethyl] methyphosphonothioate) merupakan senyawa golongan organofosfat yang sangat beracun."

Akun itu juga menggunggah dua foto. Pertama, memperlihatkan adanya gambar dengan tulisan 'Misteri Kematian Petugas KPPS 2019', dan foto kedua tampak dua perempuan dan salah satunya diduga sebagai petugas KPPS meninggal.


DISKUSI MENINGGALNYA PETUGAS KPPS - Ahli Jantung Dr. dr. ANWAR SANTOSO, Sp.JP (K) saat  menjadi pembicara dalam  diskusi terbuka
DISKUSI MENINGGALNYA PETUGAS KPPS - Ahli Jantung Dr. dr. ANWAR SANTOSO, Sp.JP (K) saat menjadi pembicara dalam diskusi terbuka "Membedah Persoalan Sebab Kematian Mendadak Petugas PEMILU" di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia Jalan G.S.S.Y Ratulangi, Jakarta Pusat, Senin(13/5).Dokter Indonesia (IDI) menyebut penyebab utama kematian ratusan petugas KPPS pasca-pemilu 17 April bukanlah kelelahan. Penyakit yang sebelumnya diderita, seperti jantung dan saraf menjadi pemicu meninggalnya petugas KPPS.-Warta Kota/henry lopulalan (WARTA KOTA/henry lopulalan)

IDI Bentuk Tim Peneliti
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Daeng M Faqih mengatakan pihaknya akan segera membentuk tim peneliti yang akan meneliti terkait penyebab kematian ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Hal tersebut dikemukakan Daeng usai Diskusi Publik Membedah Persoalan Sebab Kematian Mendadak Petugas Pemilu Dari Perspektif Keilmuan di kantor PB IDI, Menteng Jakarta Pusat pada Senin (13/5/2019).

"Kita akan bentuk tim kecil. Kita kan punya lembaga riset, nanti lembaga riset itu yang akan melakukan. Ini sebagai bagian dari bangsa untuk memberikan kontribusi," kata Daeng.

Namun, saat ini tim internal IDI tengah membahas desain psnelitiannya termasuk kemungkinan kerjasama dengan pemerintah.

"Kita akan membahas desainnya apakah kerjasama dengan Litbang Kemenekes, Fakultas Kedokteran, atau kita membuat desain sendiri dan mengerjakan sendiri, kemudian mengikut sertakam seluruh dokter di Indonesia, karena kita punya cabang di semua kota," kata Daeng.

Ia juga menekankan agar tim tersebut tidak disalahartikan menjadi tim investigasi.

"Kita akan melakukan penelitian. Karena kita bedakan penelitian dan investigasi. Kalau investigasi itu urusannya lembaga negara yang berwenang. Kalau penelitian, kita sebagai lembaga profesi itu melakukan penelitian," kata Daeng.

Hasil dari penelitian tersebut nantinya kemungkinan akan dipublikasikan ke publik atau direkomendasikan ke Komisi Pemilihan Umum.

"Ya, bisa kita rekomendasikan (ke KPU)," kata Daeng.

Untuk itu, ia mengimbau agar para dokter yang menjadi anggota IDI dapat melaporkan ke tim tersebut jika menemukan kecurigaan saat menangani pasien KPPS di lapangan dan tidak memunculkan spekulasi-spekulasi.

"Makanya saran kami kalau ada yang seperti itu, memang kami tidak bisa memaksa tapi kami menyarankan laporkan ke kami," kata Daeng.

(Wartakota/Joko Supriyanto/Tribunnews.com/Apfia/Gita Irawan)

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas