Hasil Autopsi Verbal Kemenkes, Jantung, Stroke dan Kecelakan Jadi Pemicu Meninggalnya Petugas KPPS
KEMENTERIAN Kesehatan telah melakukan autopsi verbal di 34 provinsi Indonesia, terkait kesehatan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS
Penulis: Anita K Wardhani
Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin juga memastikan hoaks petugas KPPS tewas diracun.
"Bukan, itu hoaks. Kami sudah menerima laporan tersebut dari keluarga petugas KPPS tersebut," ujar Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin via ponselnya, Jumat (10/5/2019).
Kapolsek lantas menerangkan informasi sebenarnya di balik kematian petugas KPPS itu. Kata dia, petugas KPPS bernama Sita Fitriati meninggal karena sebelumnya menderita penyakit TBC.
"Itu TBC sudah lama. Sedang dalam berobat dia jadi anggota KPPS. Pada saat pencoblosan, dia ngedrop, pulang jam 12 siang. Sampai kemarin dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin enggak sembuh, terus meninggal dunia," papar Asep.
Informasi yang menyatakan bahwa Sita meninggal karena diracun tidak bisa diterima akal sehat. Sebab, kepastian meninggal diracun harus didukung alat bukti medis.
"Kalau benar (diracun) kita pasti bertindak, justru ini hoaks," cetus Asep.
Ada pun informasi yang disebar di media sosial itu adalah:
"Ditemukan zat kimia C11H16NO2PS dalam tubuh korban KPPS, efek dari Racun....VX (nama IUPAC: O-ethyl S-[2- (diisopropylmino) ethyl] methyphosphonothioate) merupakan senyawa golongan organofosfat yang sangat beracun."
Akun itu juga menggunggah dua foto. Pertama, memperlihatkan adanya gambar dengan tulisan 'Misteri Kematian Petugas KPPS 2019', dan foto kedua tampak dua perempuan dan salah satunya diduga sebagai petugas KPPS meninggal.
IDI Bentuk Tim Peneliti
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Daeng M Faqih mengatakan pihaknya akan segera membentuk tim peneliti yang akan meneliti terkait penyebab kematian ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Hal tersebut dikemukakan Daeng usai Diskusi Publik Membedah Persoalan Sebab Kematian Mendadak Petugas Pemilu Dari Perspektif Keilmuan di kantor PB IDI, Menteng Jakarta Pusat pada Senin (13/5/2019).
"Kita akan bentuk tim kecil. Kita kan punya lembaga riset, nanti lembaga riset itu yang akan melakukan. Ini sebagai bagian dari bangsa untuk memberikan kontribusi," kata Daeng.
Namun, saat ini tim internal IDI tengah membahas desain psnelitiannya termasuk kemungkinan kerjasama dengan pemerintah.
"Kita akan membahas desainnya apakah kerjasama dengan Litbang Kemenekes, Fakultas Kedokteran, atau kita membuat desain sendiri dan mengerjakan sendiri, kemudian mengikut sertakam seluruh dokter di Indonesia, karena kita punya cabang di semua kota," kata Daeng.
Ia juga menekankan agar tim tersebut tidak disalahartikan menjadi tim investigasi.
"Kita akan melakukan penelitian. Karena kita bedakan penelitian dan investigasi. Kalau investigasi itu urusannya lembaga negara yang berwenang. Kalau penelitian, kita sebagai lembaga profesi itu melakukan penelitian," kata Daeng.
Hasil dari penelitian tersebut nantinya kemungkinan akan dipublikasikan ke publik atau direkomendasikan ke Komisi Pemilihan Umum.
"Ya, bisa kita rekomendasikan (ke KPU)," kata Daeng.
Untuk itu, ia mengimbau agar para dokter yang menjadi anggota IDI dapat melaporkan ke tim tersebut jika menemukan kecurigaan saat menangani pasien KPPS di lapangan dan tidak memunculkan spekulasi-spekulasi.
"Makanya saran kami kalau ada yang seperti itu, memang kami tidak bisa memaksa tapi kami menyarankan laporkan ke kami," kata Daeng.
(Wartakota/Joko Supriyanto/Tribunnews.com/Apfia/Gita Irawan)