Ini Alasan Kolesterol Sering Disebut Sillent Killer
Karena kolesterol tinggi tidak ada gejala, masyarakat tidak melakukan pengecekan darah. Padahal kolesterol sudah menumpuk di pembulu darah.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kolesterol yang tinggi sering dijuluki sebagai sillent killer atau silent deases.
Ternyata bukan tanpa alasan kolesterol tinggi dipanggil sebagai pembunuh diam-diam.
Dokter Spesialis Gizi Klinik dr Putri Sakti, M. Gizi, Sp. GK, AIFO-K, CBCFF pun paparkan apa alasannya.
Baca juga: Kebiasaan Melewatkan Sarapan Bisa Naikkan Kadar Kolesterol, Kok Bisa?
"Karena pada awal-awal kolestrol itu tidak bergejala. Jadi membuat kita suka abai," ungkapnya pada acara Halal Bihalal dan Health Talkshow bersama Nutrive Benecol Yogurt di Jakarta Pusat, Selasa (16/5/2023).
Kadang, karena tidak ada gejala, masyarakat jadi tidak pernah melakukan pengecekan darah.
Sebagian besar orang-orang baru melakukan memeriksakan diri ketika sudah ada gejala.
Padahal, saat gejala itu muncul, kolesterol sudah menumpuk di pembuluh darah.
Lebih lanjut, dr Putri menuturkan jika banyak gejala yang diabaikan oleh orang-orang.
Di antaranya seperti pusing atau sakit kepala.
Bukannya memeriksakan, sebagian masyarakat kita memilih untuk meminum obat anti nyeri.
"Kita tidak berpikir bahwa mungkin kolestrol saya tinggi, mungkin tensi saya tinggi. Kadang yang membuat abai sih, jadi kita risiko lebih besar," paparnya lagi.
Padahal, jika tidak terkontrol, kolesterol yang tinggi bisa menimbulkan berbagai penyakit sindrom metabolik.
Di antaranya seperti jantung koroner hingga stroke.
Oleh karena itu ia pun menganjurkan masyarakat untuk melakukan pengecekkan rutin.
Terutama jika memiliki faktor genetik atau riwayat keluarga.
Sedangkan yang tidak memiliki riwayat keluarga dan sudah berusia 20 tahun, disarankan untuk melakukan pemeriksaan minimal sekali setahun.
"Begitu kita tahu kadarnya, ada gejala harus segera diturunkan. Kadar kolestrol turun 10 persen saja, risiko penyakit jantung hingga stroke turun 30 persen dari seharusnya," pungkas dr Putri.