Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Komplikasi Hipertensi Bebani Ekonomi Keluarga karena Biaya Pengobatan Mahal

Perlu upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat, deteksi dini, dan pengendalian tekanan darah guna mengurangi beban ekonomi

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Komplikasi Hipertensi Bebani Ekonomi Keluarga karena Biaya Pengobatan Mahal
istimewa
Konferensi Pers Beban Ekonomi Akibat Komplikasi Hipertensi di Jakarta, Jumat, 23 Februari 2024. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  – Penyakit komplikasi hipertensi di Indonesia masih tinggi. Beban biaya yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit hipertensi mencapai 1497,36 dolar AS per orang per tahun, berdasarkan penelitian di 15 negara berkembang termasuk Indonesia.

Karena itu upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat, deteksi dini, dan pengendalian tekanan darah guna mengurangi beban ekonomi yang ditimbulkan sangat penting.

Hipertensi yang tidak dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan organ seperti otak, jantung dan ginjal yang menyebabkan disabilitas, kualitas hidup buruk, bahkan kematian.

Dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA, Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension atau InaSH), menjelaskan, diagnosis hipertensi ditegakkan jika tekanan darah yang diukur di klinik mencapai 140/90 mmHg atau lebih.

Tidak semua dari mereka yang tekanan darahnya terukur ≥140/90 mmHg di klinik mempunyai peningkatan tekanan darah jika diukur di luar klinik.

Pengukuran tekanan darah di luar klinik dapat menggunakan Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) atau pengukuran tekanan darah di rumah menggunakan Home Blood Pressure Monitoring (HBPM).

Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Ungkap 63 Persen Petugas Pemilu 2024 Punya Riwayat Hipertensi 

Berita Rekomendasi

Diagnosis hipertensi disebut akurat jika baik pengukuran tekanan darah di klinik maupun di luar klinik menunjukkan tekanan darah yang meningkat dan disebut sebagai true hypertension.

Individu yang mempunyai tekanan darah meningkat ketika diukur di klinik tetapi mempunyai tekanan darah normal ketika diukur di luar klinik disebut ‘Hipertensi jas putih (whitecoat hypertension)’.

Individu dengan true hypertension perlu terapi obat antihipertensi. Individu dengan whitecoat hypertension, yang jumlahnya dapat mencapai 30 persen dari mereka yang terdeteksi hipertensi di klinik, tidak perlu terapi obat.

Pada saat ini belum ada bukti bahwa terapi obat yang diberikan pada penyandang whitecoat hypertension dapat mencegah penyakit akibat hipertensi seperti penyakit kardiovaskular, stroke atau penyakit ginjal.

“Walau tidak terlalu akurat, pengukuran tekanan darah di klinik masih menjadi cara satu-satunya untuk penapisan dan diagnosis hipertensi di Indonesia," ujarnya.

Karena keterbatasan sarana, pengukuran tekanan darah di luar klinik belum banyak dilakukan di Indonesia.

Kepala Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, dr Edi Supriatna mengungkapkan, banyaknya jemaah haji Indonesia yang hipertensi, salah satu penyebabnya adalah perilaku jemaah haji itu sendiri.
Kepala Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, dr Edi Supriatna mengungkapkan, banyaknya jemaah haji Indonesia yang hipertensi, salah satu penyebabnya adalah perilaku jemaah haji itu sendiri. (Tribunnews.com/Rachmat Hidayat)

Sebagian penyandang hipertensi yang diberikan terapi obat di Indonesia sebenarnya tidak memerlukan terapi tersebut.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas