Bawaslu Temukan Belasan Ribu Aparat Masuk Daftar Pemilih Pemilu 2024, Polri Komitmen Bersikap Netral
Seluruh anggota Polri tidak boleh ikut berpolitik. Akan ada sanksi jika ada anggota yang terbukti melakukan hal tersebut.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Dewi Agustina
Sementara itu, anggota Polri yang masih tercatat sebagai pemilih adalah sejumlah 9.198. Data ini ditemukan di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, serta Maluku.
Temuan ini, jelas Lolly, tanda daftar pemilih hasil coklit KPU masih Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Lebih lanjut, ada delapan kategori pemilih TMS yang ditemukan Bawaslu atas hasil uji petik, termasuk pemilih yang merupakan anggota TNI/Polri.
Adapun kategori TMS lainnya ialah pemilih salah penempatan, pemilih yang sudah meninggal, pemilih yang tidak dikenali, pemilih pindah domisili, pemilih di bawah umur, serta pemiih bukan penduduk setempat.
Kategori TMS ini menjadi peringatan adanya kerawanan subtahapan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) berdasarkan Surat Edaran Bawaslu No. 1 Tahun 2023," kata Lolly.
Kerawanan tersebut di antaranya berkaitan dengan kegandaan, data pemilih yang telah pindah domisili ke lain wilayah, saran perbaikan pengawas pemilu tidak ditindaklanjuti KPU, hingga KPU yang tidak memberikan salinan daftar pemilih kepada Bawaslu.
Lebih lanjut, kerawanan lainnya ialah ihwal KPU sesuai tingkatan tidak menindaklanjuti saran
perbaikan pengawas pemilu, hasil coklit, serta rekapitulasi.
"Penyampaian hasil coklit melalui sistem tidak valid, PPS mengumumkan daftar pemilih di lokasi yang tidak representatif dan tidak aksesibel," jelas Lolly.
Baca juga: Bawaslu RI Jamin Keamanan Data Masyarakat yang Laporkan Dugaan Pelanggaran Pemilu
"Dan hasil penyusunan DPS tidak diumumkan baik di laman KPU maupun aplikasi berbasis teknologi informasi," sambungnya.
Menurut Lolly, mendominasinya kategori pemilih TMS salah penempatan TPS disebabkan adanya restrukturisasi TPS yang dilakukan KPU dalam waktu singkat.
KPU dinilai tidak memperhatikan aspek geografis setempat, kemudahan pemilih di TPS, dan tidak memperhatikan jarak serta waktu tempuh menuju TPS.
"Akibat restrukturisasi yang tergesa-gesa ini memunculkan dua kategori TMS lain, yakni adanya pemilih yang tidak dikenali dan pemilih bukan penduduk setempat. Akibatnya, kegandaan pemilih tidak bisa dihindari," kata Lolly.