SBY Singgung 'Chaos Politik', Sekjen PDIP: Pemimpin Tidak Perlu Menakut-nakuti Rakyat
Hasto pun menyebut, bahwa chaos atau kekacauan politik biasanya terjadi ketika ada kecurigaan berlebihan sebelum pemilu berlangsung
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut seorang pemimpin seharusnya tidak menakut-nakuti rakyat dan bisa bersikap secara negarawan.
Hasto menyampaikan hal itu menanggapi pertanyaan wartawan soal pernyataan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menuding bakal terjadi 'chaos' atau kekacauan politik apabila sistem pemilu berubah dari proporsional terbuka, menjadi tertutup.
Menurut Hasto, seorang pemimpin sebaiknya bisa bersikap seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi), Presiden kalima RI Megawati Soekarnoputri, dan Wapres ke-13 RI Maruf Amin untuk mendorong pemilu berjalan lancar.
Baca juga: SBY Singgung Perubahan Sistem Pemilu Bisa Bikin Chaos Politik, Anas Urbaningrum: Jangan Bikin Gaduh
"Tidak perlu seorang pemimpin menakut-nakuti rakyat selama para pemimpin punya sikap kenegarawanan yang kuat dan Presiden Jokowi, KH Maruf Amin, Ibu Megawati Soekarnoputri semuanya mendorong dengan sikap kenegarawanan untuk menghasilkan pemilu yang seadil-adilnya, sejujur-jujurnya, dan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi," kata Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2023).
Hasto pun menyebut, bahwa chaos atau kekacauan politik biasanya terjadi ketika ada kecurigaan berlebihan sebelum pemilu berlangsung serta adanya penyalahgunaan kekuasaan.
"Chaos politik itu ketika dalam era kontestasi pemilu yang sangat ketat ada yang menyalahgunakan kekuasaan, ada yang curiga berlebihan terjadi kecurangan sebelum pemilu dilaksanakan, padahal kami menjadi bagian dari piar demokrasi dari rakyat untuk rakyat," ujar Hasto.
"Kami tidak diajarkan untuk menang dengan segala cara mendapatkan kenaikan 300 persen, kami menang dengan cara-cara konstitusional," sambung dia.
Baca juga: SBY: Pergantian Sistem Pemilu di Tengah Jalan Bisa Timbulkan Chaos Politik
Terkait sistem kepemiluan, Hasto menyebut PDIP partai yang siap dengan kondisi apa pun.
Sebab, parpol berlambang Banteng moncong putih itu selalu mendorong pelembagaan partai. Dari situ, PDIP mampu menghadirkan stok kader terbaik untuk menjadi pemimpin Indonesia ke depan.
Hasto mencontohkan sosok seperti Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah, Bambang Wuryanto, Pramono Anung, hingga Bacapres PDIP Ganjar Pranowo terlahir dari proses pelembagaan partai dengan kaderisasi.
"PDIP selalu siap. Baik pemilu legislatif dengan daftar terbuka maupun tertutup, meskipun PDIP berdasarkan aspek-aspek strategis dan juga untuk mendorong pelembagaan partai politik, kami mendorong proporsional tertutup, tetapi kami juga siap apa pun yang diputuskan oleh MK," ujar Hasto.
Sebelumnya, SBY dalam akun cuitannya menilai akan terjadi chaos bila Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu legislatif 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup di tengah proses Pemilu sedang berjalan.
Adapun SBY mengingatkan akan terjadinya chaos politik apabila MK memutuskan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup.
Hal itu menanggapi pernyataan Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengaku mendapat informasi bahwa nantinya MK memutuskan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup.
Baca juga: Banyak Parpol Gugat KPU Ikuti PRIMA, PPP: Berpotensi Chaos
SBY menanyakan kepada MK urgensi sehingga sistem Pemilu diganti ketika proses Pemilu sudah dimulai.
"Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik," kata SBY dalam cuitannya di Twitter, dikutip pada Senin (29/5/2023).
Menurutnya, apabila MK memutuskan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup tentu akan menjadi isu besar dalam dunia politik di tanah air.
"Pertanyaan kedua kepada MK, benarkah UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi? Sesuai konstitusi, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, dan bukan menetapkan UU mana yang paling tepat, Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka?" tanya SBY.
SBY menjelaskan kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa sistem Pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.
"Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR dan MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat," ujarnya.
Mantan Presiden RI ini menegaskan sesungguhnya penetapan UU tentang sistem Pemilu berada di tangan Presiden dan DPR, bukan MK.
"Mestinya Presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Mayoritas partai politik telah menyampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar," ungkap SBY.
Lebih lanjut, SBY meyakini jika dalam menyusun DCS, Parpol dan bacaleg berasumsi sistem Pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka.
"Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius. KPU dan Parpol harus siap kelola 'krisis' ini. Semoga tidak ganggu pelaksanaan pemilu 2024. Kasihan rakyat," tegasnya.