Komisi II DPR Sebut Wacana Memajukan Pilkada Serentak 2024 Bakal Rentan Intervensi Pemerintah
Wakil Ketua Komisi II DPR menyebut wacana untuk memajukan Pilkada serentak dari 27 November ke September 2024 bakal rentan intervensi oleh pemerintah.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR, Yanuar Prihatin menyebut wacana untuk memajukan Pilkada serentak dari 27 November ke September 2024 bakal rentan intervensi oleh pemerintah.
Sebab secara politik, pemerintahan saat ini di bawah naungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah sangat kokoh.
Sehingga menurutnya jika Pilkada 2024 dimajukan maka proses itu tak lepas dari unsur kepentingan politik di dalamnnya.
Beda halnya jika pilkada berlangsung di bulan November dengan formasi pemerintah yang baru pasca-pilpres yang menurutnya belum terkonsolidasi secara sempurna.
Baca juga: Pemerintah Perlu Buat Terobosan Aturan Pelantikan Serentak Kepala Daerah Terpilih di Pilkada 2024
"Bahkan dalam pemerintahan yang baru, pelaksanaan pilkada serentak di bulan November 2024 akan lebih netral dari kemungkinan intervensi pemerintah. Sebab pemerintahan baru belum terkonsolidasi secara sempurna di bulan November 2024," ujar Yanuar dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/8/2023).
"Namun bila pilkada serentak dilaksanakan pada September 2024, itu berarti masih dalam rentang kendali pemerintahan yang sekarang. Secara politik tentu saja pemerintahan saat ini sedang dalam puncak konsolidasi yang kokoh. Tidak mungkin bebas kepentingan dalam pilkada serentak yang akan berlangsung itu," sambungnya.
Sehingga dari sudut pandang itu, Yanuar yakin pilkada di bulan November 2024 lebih menguntungkan bagi konsolidasi demokrasi, netralitas pemerintah, kebebasan partai politik mengusung calon kepala daerah dan kenyamanan terbaik untuk kemandirian penyelenggara pemilu mempersiapkan penyelenggaraan eventnya.
Lebih lanjut, ia juga menilai perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang.
Seandainya perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan sebelumnya, yakni saat membahas jadwal pemilu legislatif dan pemilu presiden 2024, Yanuar yakin suasananya akan lebih kondusif.
"Secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu. Namun sekarang kondisi sudah jauh berbeda. Proses politik pemilu makin mendekati titik puncak," tuturnya.