Kata Psikolog Terkait Pernyataan Politikus PDIP Sebut Ada Toxic Relationship di Sekitar Jokowi
Hanna menilai keputusan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres adalah tindakan yang memaksakan situasi.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Psikolog Hanna Rahmi mengatakan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menggambarkan adanya toxic relationship di dalam pemerintahan.
Hal ini merespons pernyataan politikus PDIP, Aria Bima yang menduga toxic relationship di Pemerintahan Presiden Jokowi.
Hanna mengatakan toxic relationship pada dasarnya adalah kegiatan untuk saling mempengaruhi.
Menurutnya, dalam dunia politik, sebutan toxic relationship lebih berkaitan pada proses di mana kekuasaan diambil dan digunakan dalam masyarakat.
Hanna menilai keputusan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres adalah tindakan yang memaksakan situasi.
“Kondisi kerja yang toxic mendorong Jokowi untuk bertanggung jawab atas keadaan tersebut,” kata Hanna kepada wartawan, Kamis (2/11/2023).
Dia menjelaskan toksisitas di lingkungan kerja biasanya merujuk pada situasi di mana emosional seseorang terpengaruh secara negatif oleh faktor-faktor tertentu.
Hanna menyebut toxic relationship dalam sebuah organisasi bisa dilihat dari bagaimana penyalahgunaan kekuasaan melalui orang-orang yang dekat dengan pemimpinnya.
“Kekuasaan dapat memengaruhi cara seseorang berperilaku dan mengambil keputusan. Orang yang memiliki kekuasaan sering mengambil keputusan yang menguntungkan posisi mereka,” imbuhnya.
Sebelumnya, Politikus PDIP Aria Bima mengungkapkan adanya dugaan toxic relationship di lingkaran pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan KH. Ma'ruf Amin.
Aria menduga bahwa adanya hubungan tersebut membuat persepsi publik buruk terhadap Presiden Jokowi saat ini.
"Toxic relationship, keterpengaruhan orang di sekitar Pak Jokowi yang mana ada kecendrungan toxic relationship ini juga mulai masuk, orang orde baru misalnya ada Pak Prabowo yang menginginkan Mas Gibran untuk menjadi wakilnya," kata Aria Bima saat ditemui di Media Center TPN Ganjar-Mahfud di Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Lebih lanjut, Aria Bima menilai bahwa proses Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo dipersepsikan publik dengan memanfaatkan instrumen negara.
Di mana, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) persyaratan capres-cawapres soal batas usia yang dinilai menabrak konstitusi.
"Saya sampai ngga sampai hati ya, sebagai teman baik itu Keluarga Ibu Iriana, Mas Wali Gibran, Pak Jokowi menjadi seolah-olah menggunakan instrumen keinginan untuk sekedar menggolkan Mas Gibran selaku putranya untuk menjadi seorang calon presiden, dengan otak-atik, mengintervensi dalam tanda petik kewenangan-kewenangan di MK yang kebetulan adalah om-nya Mas Gibran," ungkap Aria Bima.
Dia pun meyakini bahwa sosok Jokowi merupakan pemimpin yang baik dan taat pada aturan bernegara.
Namun, tak disadari bahwa muncul persepsi buruk dari publik lantaran ada sosok Capres yang berkeinginan untuk berpasangan dengan Gibran di Pilpres 2024.
"Saya melihat Pak Jokowi bukan tipe seperti itu, mungkin karena keterpengaruhan orang disekitarnya atau pengaruh di lingkarannya ini yang saya sebut, Pak Jokowi kena pengaruh toxic relationship," jelas dia.