Keluarga Ketua BEM UI Diintimidasi, Mahfud MD Pastikan Turunkan Tim untuk Mengusut
Sebab, kata Mahfud, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan agar aparat TNI dan Polri bersikap netral dalam Pemilu.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan, bakal menurunkan tim untuk mengusut kebenaran dugaan intimidasi aparat terhadap keluarga Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang.
Hal ini terkait pengakuan Melki Sedek Huang soal keluarganya yang diintimidasi aparat karena mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres dan cawapres.
"Oleh sebab itu, saya akan mengirim tim ke sana karena kalau ini dibiarkan nanti akan terjadi lebih lanjut dalam peristiwa-peristiwa politik berikutnya," kata Mahfud, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
Sebab, kata Mahfud, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan agar aparat TNI dan Polri bersikap netral dalam Pemilu.
"Perintah presiden sudah jelas aparat TNI Polri, birokrasi harus netral dalam semua peristiwa politik khusus untuk pemilu," ucap Mahfud.
"Panglima (TNI) sudah memerintahkan akan menjatuhkan sanksi kepada prajurit yang tidak netral," tegas Menko Polhukam.
Ia mengungkapkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah mengirim surat ke berbagai daerah untuk mengingatkan soal larangan polisi berpihak pada Pemilu 2024.
"Nah kalau itu terjadi, di bawah, saya akan mengirim tim dalam waktu dekat ini, apa betul itu diteror oleh polisi? Kan gitu kan," kata Mahfud.
"Ya kita lihat aja nanti. saya tidak bisa menjawab kecuali mengatakan nanti kita lihat kita pastikan dulu karena sekarang ini sesama warga sipil juga saling teror lalu nuduh polisi juga ada loh, banyak. gitu. tapi kalau betul-betul polisi nanti kita tanganin," sambungnya.
Sementara itu, terkait intimidasi yang diterima keluarga dari Melki Sedek Huang, Mahfud mengatakan, jika hal tersebut terbukti kebenarannya, maka kerja aparat sangat tidak profesional dan melanggar konstitusi.
Sebab, menurut Mahfud, terkait kritik yang disampaikan Ketua BEMI UI Melki tersebut, dilindungi Undang-undang Dasar 1945, yakni terkait hak menyatakan berpendapat dan bersikap.
"Kalau itu benar terjadi dilakukan oleh aparat polisi itu berarti sangat tidak profesional dan melanggar konstitusi," ucap Mahfud, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
Baca juga: Serangan PDIP ke Jokowi Makin Keras, Ganjar Sentil Sektor Maritim, FX Rudy Singgung Intimidasi
"Pertama, jangankan orang tuanya, si Melki sendiri melakukan protes seperti itu dilindungi oleh undang-undang dasar. Hak menyatakan berpendapat dan bersikap," jelas Mahfud.
Mahfud menilai, intimidasi itu tidak boleh dilakukan, baik terhadap Melki ataupun orang tuanya di desa.
Lantas, ia mengatakan, Melki dan orang tuanya harus dilindungi.
"Itu tidak boleh, itu pelanggaran atas azas profesionalitas dan itu tidak boleh terjadi di NKRI yang punya konstitusi yang sangat ketat untuk itu. Baik Melki maupun orang tuanya harus dilindungi," tegas Mahfud.
"Tetapi mungkin saja yang mengintimidasi Melki maupun orang tuanya Melki kalau itu hanya dengan telepon, mungkin saja sesama warga sipil mungkin. Jadi belum tentu aparat juga. Kecuali yang datang orang memeriksa lalu mengaku dari aparat. Nah itu tidak boleh," jelasnya.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK (MKMK) memutuskan bahwa sembilan hakim konstitusi terbukti melanggar kode etik berupa prinsip kepantasan dan kesopanan dalam penanganan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batas Usia Capres-Cawapres, yang meloloskan Gibran sebagai cawapres.
Atas pelanggaran ini, para hakim dijatuhi sanksi berupa teguran lisan.
Putusan itu diketuk oleh MKMK dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).
“Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para hakim terlapor," lanjut Jimly.
Baca juga: Durian Runtuh atau Musibah, Alasan Suhartoyo Terpilih jadi Ketua MK Karena yang Lain Ogah
MKMK menyatakan, telah terjadi kebocoran rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Selain itu, MKMK menyatakan, sembilan hakim konstitusi membiarkan terjadinya konflik kepentingan dalam penananganan uji materi nomor 90/PUU-XXI/2023.
MKMK juga memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim.
Karena pelanggaran berat yang dilakukannya itu, MKMK memberikan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari Ketua MK.
"(Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Ketua MKMK Jimly Asshidiqie saat membacakan putusan di Gedung I MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.