Ikrar Nusa Bhakti Soroti Penggalangan Kades untuk Prabowo-Gibran, Sebut Jokowi Masih Ingin Berkuasa
Ikrar Nusa Bhakti menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi masih ingin terus berkuasa dengan berbagai caranya.
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik sekaligus Guru Besar Besar Riset Politik BRIN Prof Ikrar Nusa Bhakti menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi masih ingin terus berkuasa dengan berbagai caranya.
"Bagaimanapun caranya Prabowo-Gibran menang Pemilu. Dengan cara apa pun harus menang," kata Ikrar dalam pesan yang diterima, Selasa (28/11/2023).
Dia mengatakan bagaimana upaya itu dilakukan lewat berbagai cara, mulai dari judicial review terkait usia capres-cawapres yang berbuntut dicopotnya Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, lalu penggalangan kepala desa hingga lurah.
"Kalau di era Orde Baru, hal itu disebut dengan penggalangan “kebulatan tekad”," ujar dia.
Dalam pertemuan APDESI di Bandung, dikatakan Ikrar, bisa dilihat pernyataan dari kepala desa bahwa mereka tidak tahu dan tidak paham undang undang.
"Padahal Kades yang melanggar ada sanksi pidananya. Pada masa Orde Baru, desa waktu itu bener bener harus disterilkan dari politik dengan cara Suharto membuat “politik massa mengambang”," kata dia.
Dia mengatakan bahwa saat itu yang boleh masuk dan ada di desa hanya Golkar, sedangkan partai politik lain tidak diperbolehkan.
"Dalam konteks yang sekarang, hanya paslon No 2 saja yang bersuara (di desa). Hal itu dapat dilihat dari acara APDESI di Jakarta dan Jawa Barat dimana hanya Paslon Nomor 2 yang Capresnya sebagai Menteri Pertahanan, sedangkan Paslon No. 1 dan No. 3 tidak diundang," kata dia.
Lebih lanjut, Ikrar ingin para politisi dan presiden menghormati konstitusi dan mengembalikan demokrasi pada rel-nya.
"Putusan MK 90 bukan urusan orang muda.
Belum lagi iparnya (Gibran) di Medan yang mau nyalon gubernur Sumut. Haus akan kekuasaan. Kita harus melawan politik dinasti yag bersifat satu keluarga. ASN digaji oleh APBN, bukan oleh presiden," kata dia.
Dia juga menilai bahw prajurit TNI barus sesuai Sapta Marga dengan tidak ada perintah untuk mengikuti penguasa.
"Begitu juga Korpri tidak ada perintah mengikuti presiden. Kita tidak boleh takut untuk memilih dan jangan gara gara 20 kg beras l, anda menjual kehormatan untuk calon yang memiliki persoalan HAM dan hukum. Jangan putuskan pilihan karena tawaran jabatan dan kekuasaan," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.