Perkara 141 Pengujian Kembali Batas Usia Capres-Cawapres Ditolak MK, Kuasa Hukum Berikan Catatan
Viktor mempertanyakan, bagaimana MK dapat meyakinkan independensinya nanti saat memutus perkara hasil pemilihan umum (PHPU) 2024.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Lebih lanjut, Viktor mengatakan, pihaknya tetap menghargai putusan 141 itu. Meski demikian, ia juga menyayangkan adanya beberapa catatan yang dijelaskannya itu.
"Sehingga bagi kami ini belum menyelesaikan persoalan pemilu. Karena Sebenarnya putusan ini bisa menjadi penyelesaian yang bisa menguatkan legitimasi pemilu kedepan," ucapnya.
"Tapi dengan adanya pertimbangan hukum seperti ini, kami malah khawatir nanti ini makna menjadi bola liar lagi dalam hal perdebatan-perdebatan politik yang bisa mempengaruhi penyelesaian pemilihan umum."
Baca juga: Tolak Uji Ulang Batas Usia Capres-Cawapres, Hakim MK: Putusan 90 Sudah Final dan Mengikat
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) tolak gugatan syarat batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.
Brahma selaku Pemohon menguji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai Putusan MK 90/PUU-XXI/2023.
"Amar, mengadili, dalam provisi, menyatakan permohonan provisi tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam persidangan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, pada Rabu (29/11/2023).
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," sambung Suhartoyo.
Dalam kesimpulannya, MK berwenang mengadili permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melalui Putusan Nomor 2/2023 tidak sedikitpun memberikan penilaian bahwa ptusan MK 90/PUU-XXI/2023 adalah cacat hukum.
Selain itu, soal dalil konflik kepentingan pada Putusan 90/PUU-XXI/2023 Mahkamah berpendapat hal itu tidak dibenarkan.
"Tetapi justru menegaskan bahwa putusan dimaksud (90/PUU-XXI/2023) berlaku secara hukum dan memiliki sifat final dan mengikat," ucap hakim.
Dalam permohonannya, Brahma menyoroti adanya persoalan konstitusionalitas pada frasa 'yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.
Menurutnya, ada pemaknaan yang berbeda-beda yang menimbulkan ketidak kepastian hukum, yakni pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
Selain itu, ia juga mempersoalkan terkait 5 hakim yang sepakat mengabulkan permohonan Putusan MK 90/PUU-XXI/2023.