Ribuan Mahasiswa dari Puluhan Kampus di Sumut Gelar Mimbar Demokrasi
ribuan mahasiswa di Sumatera Utara menggelar mimbar demokrasi di Lapangan Reformasi, UNIKA ST. Thomas, di Sumatera Utara, Kamis (30/11/2023).
Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah di Jawa Timur dan Yogyakarta, kini ribuan mahasiswa di Sumatera Utara menggelar mimbar demokrasi di Lapangan Reformasi, UNIKA ST. Thomas, di Sumatera Utara, Kamis (30/11/2023).
Ribuan mahasiswa tersebut berasal dari 23 kampus di Sumatera Utara.
Dalam orasinya, Ketua BEM Fakultas Hukum UNIKA ST. Thomas, Mujur Leonardo Manalu memprotes kebijakan pemerintah.
“Seperti politik dinasti oleh oligarki kekuasaan, pemberangusan demokrasi, hipokritnya penegakan hukum, kapitalisasi pendidikan, perbudakan modern, hingga perampasan hak tanah dan eksploitasi sumber daya alam yang masif,” katanya dalam keterangan tertulis.
Saat ini, dilanjutkan Leonardo, mahasiswa dan seluruh rakyat Indonesia sedang berada di persimpangan jalan.
Terus menapaki cita-cita reformasi demi tegaknya demokrasi atau berbalik mengulang kelamnya orde baru.
Pemerintahan saat ini menurutnya sedang mempertontonkan kesewenang-wenangan kekuasaan demi membangun politik dinasti.
“Hukum dan konstitusi diselewengkan. Infrastruktur pemerintahan digunakan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan,” tegasnya.
Oleh karena itu, Leonardo menyerukan kepada mahasiswa di seluruh Indonesia untuk berani dan kritis terhadap pemerintah, bukan menghamba pada kekuasaan yang korup dan menindas.
“Kami mahasiswa dari berbagai kampus di Sumatera Utara menyatakan dengan tegas menolak politik dinasti dengan segala praktiknya. Kami juga menolak kembalinya kekuatan orde baru yang sarat dengan penindasan, ketidakadilan dan pelanggaran HAM,” tandasnya.
Aksi di Yogyakarta
Sebelumnya ribuan mahasiswa dari 35 kampus di Yogyakarta turun ke jalan dalam aksi protes tersebut. Khusus di kawasan Tugu Yogyakarta, sebagian mahasiswa terlihat menggelar aksi unjuk rasa dengan mengenakan topeng Guy Fawkes atau topeng kelompok anonimus.
Koordinator mahasiswa dalam aksi di Tugu Yogyakarta, Ahmad Kholil menyebut penggunaan topeng anonimus merupakan simbolisasi perlawanan terhadap elite politik yang antidemokrasi.
Baca juga: Ribuan Mahasiswa Gelar Mimbar Demokrasi di Kampus ISI Yogyakarta
Selain putusan MK, Kholil memaparkan sejumlah dosa elite politik yang perlahan-lahan membunuh demokrasi, mulai dari pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Pemerintah tidak pernah merespons aksi mahasiswa dan masyarakat. Omnibus Law bagi kami melanggar konstitusi. Pelemahan KPK melanggar konstitusi dan putusan MK terkait batas usia itu juga melanggar konstitusi," ujar mahasiswa Universitas Gadjah Mada itu.
Kegelisahan anak muda
Analis politik dari Universitas Krisnadwipayana, Ade Reza Hariyadi angkat bicara terkait aksi protes sejumlah elemen mahasiswa di Yogyakarta.
Dirinya menilai aksi kelompok mahasiswa mulai gerah dengan manuver-manuver politik penguasa.
"Ini menjadi kegelisahan anak-anak muda terdidik dan juga sebagai bentuk koreksi terhadap perilaku para elite yang memperebutkan kekuasaan ini keluar dari pakem-pakem yang ditentukan dalam konstitusi," kata Ade kepada wartawan, Selasa (28/11/2023).
Selain di kawasan Tugu Yogyakarta, aksi unjuk rasa juga digelar di kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogya.
Khusus di ISI, mahasiswa dan elemen masyarakat menggelar mimbar demokrasi bertajuk 'Mahasiswa Bersama Rakyat Tolak Politik Dinasti dan Pelanggar HAM'.
Sebagian mahasiswa terlihat menutupi wajah mereka dengan topeng kertas bergambar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang disilang merah.
Pemakaian topeng-topeng itu dimaksudkan untuk mengkritik skandal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PPU-XXI/2023.
Putusan nomor 90 diketok Ketua MK Anwar Usman, Oktober lalu.
Isi putusan merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu.
MK membolehkan calon yang belum berusia 40 tahun untuk berkompetisi menjadi capres dan cawapres asalkan pernah dipilih jadi kepala daerah.
Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres.
Saat putusan itu dirilis, Gibran masih berusia 36 tahun.
Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran.
Ade mengapresiasi sikap kritis kelompok mahasiswa di Yogya.
Namun, ia pesimistis gelombang protes bakal membesar.
Pasalnya, isu politik dinasti Jokowi dan skandal putusan MK merupakan konsumsi elite yang tidak terkait langsung dengan kehidupan masyarakat.
Untuk menjaga nafas gerakan, Ade menyarankan agar kelompok mahasiswa berkolaborasi dengan kaum buruh.
Saat ini, serikat-serikat buruh sedang resah dengan aturan kenaikan upah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Baca juga: Aliansi Mahasiswa Jawa Timur Gelar Mimbar Bebas di Unitomo Surabaya
PP itu dianggap tak mengakomodasi kepentingan kaum buruh.
Pasalnya, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang dimandatkan PP itu jauh dari ekspektasi kaum buruh, yakni kisaran 5-8 persen. Serikat buruh sebelumnya ingin agar upah buruh naik sekitar 15%.
"Sejauh ini, gerakan ini masih sangat parsial. Kalau (keresahan kaum buruh) ini bisa direspons dan diakselerasi kelompok-kelompok mahasiswa di berbagai wilayah, maka ini bisa jadi salah satu faktor akselerasi gerakan yang lebih besar," ucap Ade.