Kemunduran Besar Demokrasi Indonesia Bila Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden
RUU DKJ yang salah satu pasalnya menyatakan bahwa gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden dipandang sebagai kemunduran besar dalam demokrasi
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang salah satu pasalnya menyatakan bahwa gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden dipandang sebagai kemunduran besar dalam demokrasi Indonesia sejak era reformasi 1998-1999 yang menggulingkan Pemerintahan Orde Baru di bawah rezim Soeharto.
Ketua Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional Timnas Capres Anies Baswedan dan Cawapres Gus Muhaimin Iskandar atau Timnas AMIN Prof. Dr. H. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. memandang pasal penunjukan gubernur Jakarta ini sebagai ancaman serius kebebasan berdemokrasi di Tanah Air.
“Kalau kita membaca pasal tentang penunjukan gubernur dalam RUU Jakarta, sejak reformasi tahun 1999 kita mengakomodasi demokrasi. Lalu, pada 2019 dan seterusnya demokrasi kita semakin menurun. Terakhir rancangan undang-undang daerah khusus Jakarta tiba-tiba muncul, gubernur ditunjuk oleh presiden. Ini kemunduran yang luar biasa dalam demokrasi dan ini tidak boleh terjadi,” tegas Hamdan dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng Jakarta Pusat, Kamis 7 Desember 2023.
Apalagi Jakarta, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, adalah kota yang terpenting di Indonesia. “Kota megapolitan, kota dunia, tiba-tiba mau dibalikkan arahnya di mana gubernur ditunjuk oleh presiden,” tanya dia.
Baca juga: Selesaikan Keluhan Peternak, Anies Janji Bentuk Tim Khusus Berantas Mafia Daging
Karena itu, lanjut Hamdan, tidak boleh ada dalam rancangan undang-undang itu bahwa gubernur Jakarta ditunjuk presiden. “Kalau ini terjadi, benar-benar kemunduran demokrasi yang kita sudah laksanakan sejak masa reformasi 1999 hingga sekarang. Ada banyak masalah demokrasi, bukan berarti membalikkan perkembangan demokrasi itu sendiri,” tegasnya.
“Ini kita tidak tahu siapa di balik rancangan undang-undang ini di belakangnya. Pasti ada skenario di baliknya. Ada grand design yang secara tidak disadari oleh sebagian anggota DPR tiba-tiba muncul. Ada skenario besar yang berusaha memasukkan ini. Siapa yang punya skenario itu, berarti dia berniat mematikan demokrasi di Indonesia,” lanjut Hamdan.
Senada dengan Hamdan, sejarawan JJ Rizal mengkritik keras pasal yang memungkinkan gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden tanpa melalui proses pilkada.
“RUU ini durhaka. Karena Jakarta ini cerminan kota juang. Salah satu sifat kolonialisme itu antidemokrasi, rasistik, dan feodal. Padahal, nasionalisme itu tumbuhnya, besarnya, dan membuat kemerdekaan kita, itu tumbuhnya di Jakarta,” ujar JJ Rizal. (***Fitrah***)