Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anies Sindir Prabowo Tak Tahan Jadi Oposisi, TKN Beri Pembelaan, Bantah Tudingan Pragmatis

TKN bela Prabowo yang kena sindir Anies soal tak tahan menjadi oposisi, sebut keputusan Prabowo gabung Jokowi karena panggilan bangsa.

Penulis: Rifqah
Editor: Daryono
zoom-in Anies Sindir Prabowo Tak Tahan Jadi Oposisi, TKN Beri Pembelaan, Bantah Tudingan Pragmatis
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid (tengah) saat jumpa pers usai debat perdana capres di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam. [Rizki Sandi Saputra] - TKN bela Prabowo yang kena sindir Anies soal tak tahan menjadi oposisi, sebut keputusan Prabowo gabung Jokowi karena panggilan bangsa. 

TRIBUNNEWS.COM - Pada debat calon presiden (capres) perdana Selasa (12/12/2023), capres nomor urut 1 Anies Baswedan menyindir capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.

Sindirian yang diberikan Anies tersebut mengenai Prabowo yang berpindah dari oposisi menjadi koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu.

Anies memaparkan, bahwa Prabowo sendiri menyampaikan jika tak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbisnis.

Atas hal tersebut, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran pun angkat bicara.

Sekretaris TKN Prabowo Gibran, Nusron Wahid mengatakan, keputusan Prabowo bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi pada 2019 itu karena panggilan bangsa.

Bukan tak tahan menjadi oposisi karena menyebabkan tidak bisa berbisnis.

"Pak Prabowo masuk ke pemerintahan bukan karena tidak tahan oposisi, apalagi karena selama oposisi tidak bisa berbisnis. Tapi karena panggilan bangsa dan sejarah," kata Nusron kepada awak media, Rabu (13/12/2023).

Baca juga: Pengamat: Anies Kritik Demokrasi tanpa Oposisi, tapi NasDem dan PKB Nyaman di Pemerintahan

Berita Rekomendasi

Langkah tersebut untuk mengatasi keterbelahan masyarakat yang terjadi di Pilpres 2019.

Ditegaskan Nusron, langkah Prabowo itu bukan sebagai bentuk pragmatisme atau mencari keuntungan semata.

Maka dari itu, dibutuhkan jiwa besar Prabowo untuk bergabung dengan Presiden Jokowi yang pernah menjadi rivalnya di Pilpres 2019 itu.

"Prabowo menjadi bagian dari aktor negara dan sejarah. Karena kebutuhan untuk mengatasi problem bangsa akibat keterbelahan yang menganga pasca-Pilpres 2019. Negara tidak boleh pecah dan terbelah."

"Sehingga dibutuhkan jiwa besar Pak Prabowo untuk bersedia bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Ini adalah bentuk rekonsiliasi nasional," ucapnya.

"Ini bukan langkah pragmatis akibat tidak tahan menjadi oposisi. Tapi demi persatuan dan kesatuan Indonesia dan masa depan demokrasi di Indonesia," jelas Nusron.

Prabowo Balas Sindirian Anies

Calon Presiden Anies Baswedan dan Prabowo Subianto di acara Debat Capres 2024 putaran 1 di gedung KPU, Jakarta, Selasa malam, 12 Desember 2023. - TKN bela Prabowo yang kena sindir Anies soal tak tahan menjadi oposisi, sebut keputusan Prabowo gabung Jokowi karena panggilan bangsa.
Calon Presiden Anies Baswedan dan Prabowo Subianto di acara Debat Capres 2024 putaran 1 di gedung KPU, Jakarta, Selasa malam, 12 Desember 2023. - TKN bela Prabowo yang kena sindir Anies soal tak tahan menjadi oposisi, sebut keputusan Prabowo gabung Jokowi karena panggilan bangsa. (dok.)

Sebelumnya, Anies mengatakan, kekuasaan itu lebih dari soal bisnis, lebih dari soal uang, kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat.

"Oposisi itu penting dan sama-sama terhormat, sayangnya tidak semua orang tahan untuk berada menjadi oposisi seperti disampaikan Pak Prabowo. Pak Prabowo tidak tahan menjadi oposisi," kata Anies dalam debat di KPU RI, Selasa.

"Apa yang terjadi? Beliau sendiri menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbisnis, tidak bisa berusaha, karena itu harus berada dalam kekuasaan, kekuasaan lebih dari soal bisnis, kekuasaan lebih dari soal uang, kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat," tutur Anies.

Anies juga menyinggung mengenai menurunnya kualitas demokrasi terkait berkurangnya kebebasan berbicara dan melemahnya oposisi yang seharusnya menjadi penyeimbang pemerintah, selain proses Pemilu yang bebas dan adil.

Selanjutnya, argumen Anies soal hal tersebut juga ditanggapi oleh Prabowo dengan membahas kembali era Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.

Baca juga: Anies Kritik Ganjar usai Dibilang Oposisi Lantaran Tolak IKN: Ini Negara Hukum Bukan Kekuasaan

Dikatakan Prabowo, Anies terpilih karena berada di pihak partai politik yang di luar pemerintahan atau oposisi dari pemerintah.

“Mas Anies, Mas Anies. Saya berpendapat Mas Anies agak berlebihan. Mas Anies mengeluh tentang demokrasi. Padahal, Mas Anies dipilih jadi Gubernur DKI menghadapi pemerintah yang berkuasa, berarti Mas Anies oposisi," kata Prabowo.

Pada waktu itu, diketahui, Prabowo dan Partai Gerindra mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno untuk ikut kontestasi Pilgub dan akhirnya terpilih menjadi Gubernur DKI setelah mengalahkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat yang diusung PDIP. 

Selain itu, Prabowo juga menyebutkan bahwa apabila Presiden Jokowi diktaktor, maka Anies tak akan berhasil menjadi gubernur karena saat itu Prabowo adalah pihak oposisi.

"Saya yang mengusung Bapak, kalau demokrasi kita tidak berjalan tidak mungkin Anda jadi Gubernur. Kalau Pak Jokowi diktator, Anda tidak akan jadi Gubernur, saya waktu itu oposisi Mas Anies,” tegas Prabowo.

Kata Pengamat soal Argumen Anies 

Pengamat Politik, Arifki Chaniago menilai argumentasi yang disampaikan Anies sebagai bargaining position dan memperkuat daya tawar narasi ‘perubahan’ di masyarakat itu sah-sah saja.

Namun, hal tersebut juga harus selaras dengan sikap partai politik pengusungnya, yakni NasDem dan PKB.

“Mas Anies harus menyelaraskan narasi perubahan yang dimainkannya dengan sikap politik NasDem dan PKB."

"Jika NasDem dan PKB masih berada di pemerintahan berarti partai pengusung Anies setuju dengan keberlanjutan program Jokowi,“ ujar Arifki dalam rilis yang diterima Tribunnews, Rabu (13/12/2023).

Tak hanya itu, Chaniago juga menilai bahwa kritikan Anies soal menurunnya kualitas demokrasi itu tak relevan.

Pasalnya, di era media sosial ini, semuanya terbuka dan semua orang bisa dengan mudah menyampaikan atau mendapatkan informasi.

“Anies memainkan narasi demokrasi itu karena memang posisinya kontra dengan pemerintahan Jokowi. Tetapi, pendukung Ganjar, atau Anies yang hari ini posisinya menjadi pengkritik pemerintah masih bebas saja menyatakan pendapatnya,” ungkap Arifki.

Chaniago pun menyertakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Dari data tersebut, justru menunjukkan indeks demokrasi naik dalam 3 tahun terakhir.

“Kita lihat saja data BPS, selama periode 2020 hingga 2022 skors indeks demokrasi buktinya mengalami kenaikan, di tahun 2020 skornya 73,66, tahun 2021 itu 78,12 serta di tahun 2022 angkanya 80,41,” tutup Arifki.

(Tribunnews.com/Rifqah/Choirul Arifin/Danang Triatmojo/Matheus)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas