Pengamat Tanggapi Jurus Slepet & Slepetnomics Cak Imin: Materi Berat Jadi Ringan dan Mudah Dipahami
Muhaimin Iskandar dinilai telah mampu mengemas materi berat dan serius menjadi bahasan ringan dan mudah dicerna.
Penulis: Dewi Agustina
Tema ini adalah bahasan spesifik, dengan sendirinya hanya segmen masyarakat tertentu yang mendalaminya.
"Masyarakat umum itu hanya tahu mudah dan murah saja. Sementara tema debat Cawapres, justru banyak bertanya proses-proses rumit untuk mencapai mudah dan murah tersebut, sehingga apa yang ada dalam mayoritas keinginan masyarakat luas kemudian tidak selaras bahasan," katanya.
Dalam kondisi demikian, latar belakang santri dan aktivis sosial, membuat Cawapres Muhaimin membawa sesuatu yang membumi dan mudah ditemukan yakni sarung.
Alih-alih gunakan kata akselerasi atau ekstensifikasi, kata Slepet digunakan untuk menggantikan makna kata tersebut.
Secara teori, kata dia, Gus Muhaimin menerapkan tipe paduan orasi ekstemporer dan impromptu. Yakni jenis pidato yang paling baik dan paling sering dilakukan juru pidato yang mahir.
Orasi telah dipersiapkan sebelumnya berupa outline dan pokok-pokok penunjang pembahasan, yang kemudian disatukan dengan aksi dan gagasannya secara spontan.
Mudah Dipahami Publik
Pengamat menilai Gus Muhaimin menggunakan tema bahasan ekonomi yang mudah dipahami publik.
Gus Muhaimin juga dinilai mampu mengkomunikasikan materi berat jadi mudah dipahami dengan menggunakan ilustrasi slepet-nya.
Menurut Direktur Eksekutf Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, penyampaian pendamping Anies Baswedan itu menggunakan tema bahasan ekonomi yang lebih mudah dipahami oleh publik.
"Termasuk mampu mencairkan suasana dengan istilah slepetnya," ujar Dedi.
Gus Imin menurut Dedi sebenarnya dalam situasi baik dan tidak berlebihan dalam mengutarakan visi dan misi.
Apa yang disampaikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu katanya justru lebih praktis.
"Pernyataan penutup Gus Imin cukup konkret dan mengena," katanya.
Pernyataan penutup Gus Imin menurut Dedi kemungkinan besar berimbas pada peningkatan elektabilitas.
Publik Indonesia menurut Dedi mudah didekati dengan pernyataan yang bernuansa emosional.