Jaga Suara 2024, Masyarakat Bergerak Kawal Pemilu
Khairunnisa menilai kemunculan berbagai gerakan publik untuk Pemilu 2024 menandakan besarnya harapan publik untuk pemilu yang beretika dan taat asas
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Jelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masyarakat tak hanya berperan sebagai pemilih.
Sebelum dan saat penyelenggaraannya nanti, Pemilu bisa diawasi oleh publik.
Hal ini sesuai dengan niat masyarakat agar proses pemilu sesuai dengan prinsip pemilu demokratis.
Atas hal itu, muncul berbagai gerakan untuk melindungi dan mendukung Pemilu berlangsung sesuai aturan.
Beberapa saat lalu, muncul Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang dimotori para tokoh bangsa muncul untuk menyerukan politik beretika.
Di sisi lain, muncul ajakan publik untuk mengawal pemilu lewat aplikasi seperti Jaga Pemilu, Jaga Suara 2024.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati menilai kemunculan berbagai gerakan publik untuk Pemilu 2024 menandakan besarnya harapan publik untuk pemilu yang beretika dan taat asas.
"Saya rasa wajar jika banyak inisiatif publik untuk mengawal jalannya proses pemilu. Inisiatif ini muncul karena publik tidak ingin proses pemilu ini berjalan tidak sesuai dengan prinsip pemilu demokratis," terangnya, Jumat (19/1/2024).
Khairunnisa mengungkapkan situasi dan kondisi saat ini juga memicu munculnya gerakan publik untuk pemilu.
Kekecewaan sekaligus harapan menjadi kesadaran bersama untuk bergerak mengawal pemilu.
"Karena menjelang pemilu ini sudah muncul narasi-narasi agar pemilu tidak curang dan menjaga netralitas pemilu. Beberapa pemberitaan di media juga muncul adanya kecurangan-kecurangan," papar dia.
Baca juga: Debat Cawapres 21 Januari 2024, Cak Imin Giliran Pertama Paparkan Visi Misi hingga Format Debat Sama
"Ada juga kekecewaan masyarakat terhadap lambannya penanganan laporan kecurangan di bawaslu. Situasi ini yang memunculkan inisiatif warga," tegas sosok yang akrab disapa Ninis itu.
Di sisi lain, Ninis juga mengungkap bahwa gerakan masyarakat akan menjadi pencegah dari potensi kecurangan pemilu.
"Munculnya inisiatif-inisiatif ini juga menunjukkan bahwa publik juga turut mengawasi, jadi bagi para pihak yang akan curang diingatkan oleh munculnya gerakan-gerakan publik seperti ini," ujarnya.
Aktivis Jaga Pemilu
Puluhan aktivis yang tergabung dalam Prakarsa Aktivis Pro Persatuan dan Kemajuan menyerukan semua pihak untuk bersama menjaga pemilu berjalan dengan aman dan damai.
Prakarsa Aktivis adalah kumpulan aktivis mahasiswa 98, aktivis LSM dan aktivis pergerakan rakyat tahun 1990-an.
Hal ini disampaikan menanggapi maraknya isu pemakzulan, isu dinasti dan upaya penggagalan Pilpres 2024, dimana belakangan ketiga isu tersebut santer mencuat ke publik.
"Kami menyerukan agar seluruh elemen kebangsaan dapat mengukuhkan kembali persatuan nasional, mengikuti semua mekanisme dan proses sesuai dengan aturan hukum yang ada dan mengedepankan pemilu yang damai, jujur dan terbuka sehingga nantinya benar-benar menghasilkan pemimpin yang legitimate sehingga Indonesia tetap bermartabat dalam pergaulan dunia yang makin dinamis dan menantang," ujar Wahab Talaohu di Kantor DPP Persaudaraan 98, Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Dikatakan Wahab bahwa isu tersebut sangat berbahaya dan mengganggu kedamaian negeri. Pasalnya, mimpi yang dibangun para presiden pendahulu serta pengorbanan para pahlawan menjadi sia-sia jika Republik Indonesia terancam perpecahan.
Terlebih, isu tersebut dilontarkan demi ambisi segelintir orang yang tak ingin adanya suasana damai di tengah pemilu saat ini.
"Tampak sekali bahwa pragmatisme politik yang berlebihan, ambisi yang besar untuk berkuasa, telah menanggalkan nilai-nilai kenegarawanan dan mencampakan prinsip bahwa kepentingan bangsa dan negara berada di atas kepentingan pribadi dan golongan serta kepentingan pribadinya sendiri," tutur Wahab.
Para pihak yang tak bertanggungjawab ini, menurutnya, sengaja terus-menerus mengembangkan isu-isu tersebut demi menggiring opini publik unthk mengacaukan keadaan.
"Walau tidak terkait pemilu legislatif, namun narasi mengacaukan pelaksanaan pemilu dikaitkan dengan pilpres langsung," katanya.
"Secara tidak konsisten pihak peserta pemilu tersebut memprovokasi, bahwa pemilu akan curang padahal mereka peserta pemilu dan mempercayai sistem ini," tambahnya.
Mereka dinilai menyebarkan isu memakzulkan Presiden sebagai penanggung jawab pelaksanaan pemilu, tetapi mereka kampanye untuk memilih partai dan capresnya dalam pemilu ini.
"Mereka mengatakan tolak dinasti dalam pemilu, padahal mereka tahu dinasti tidak dipilih rakyat apalagi pemilu langsung," katanya.
Selain itu, mereka meminta Presiden Jokowi mundur untuk sementara waktu dengan alasan meragukan netralitasnya, padahal mereka tahu itu tidak ada landasan hukum dan mekanismenya.
"Seluruh narasinya tumpang tindih dan tidak konsisten dikembangkan dalam bentuk manipulasi dan distorsi," ujar Wahab.
Sementara itu, Mantan Ketum PRD, Budiman Sudjatmiko menyatakan seharusnya peserta pemilu bertarung di Pilpres secara jujur adil, bukan melempar isu ada kecurangan sementara Pemilu belum berlangsung.
“Belum bertarung sudah bilang curang, bahkan bilang pemakzulan. Rakyat menjadi korban dan satu generasi akan jadi luka ke depan,” ujar Budiman.
Diketahui, mereka yang tergabung dalam Prakarsa Akktivis Pro Persatuan dan Kemajuan ini terdiri dari sejumlah aktivis kawakan yang punya sejarah menentang Orde Baru.
Diantara mereka adalah Mantan Ketum PRD, Budiman Sudjatmiko, Haris Rusly Moti (aktivis Gerakan Mahasiswa 98 Yogyakarta), Eli Salomo Sinaga (aktivis Gerakan Mahasiswa 98 Jakarta), Wahab Talaohu (aktivis Gerakan Mahasiswa 98 Jakarta), Agus Jabo Priyono (aktivis Mahasiswa 90 di Solo).
Baca juga: Dorong Pemilu Damai, Pemuda Pancasila Bagi-bagi Bunga di Kawasan Kantor KPU RI
Kemudian, Rachlan Nasidik (aktivis LSM), Wignyo Prasetyo (aktivis Mahasiswa 90 an Jakarta), Sangap Surbakti (aktivis Mahasiswa 98 Jakarta), Salamuddin Daeng (aktivis LSM), Mangapul Silalahi (aktivis Mahasiswa 98 Jakarta), Sulaiman Haikal (aktivis Mahasiswa 98 Jakarta), Panel Barus (aktivis Mahasiswa Jakarta), Bungas T. Fernando Duling (aktivis Mahasiswa 98 Jakarta), Hendarsam Marantoko (aktivis dan Praktisi Hukum), dan Kun Nuracahadijat (aktivis gerakan mahasiswa 1998 UI).