Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak dan Kampanye, Gerindra Setuju, Contohkan Obama Dukung Hillary
Gerindra setuju dengan pernyataan Jokowi yang menyebut presiden boleh berkampanye dan memihak. Partai ini mencontohkan Obama mendukung Hillary.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Partai Gerindra setuju dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut presiden boleh memihak dan berkampanye.
Wakil Ketua Umum Gerindra, Habiburokhman mengungkapkan pernyataan Jokowi itu sudah sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
"Sudah benar pernyataan Pak Jokowi bahwa konstitusi dan hukum kita memperbolehkan seorang Presiden atau menteri aktif berkampanye atau mendukung capres," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (24/1/2024).
Adapun, kata Habiburokhman, pernyataan ini sekaligus menepis narasi sesat yang menyebut bahwa presiden tidak boleh berpihak kepada salah satu capres-cawapres.
Selain itu, dia juga menyebut narasi bahwa presiden tidak boleh berpihak sudah gugur lantaran telah tertuang pula dalam UUD 1945.
"Logika tersebut runtuh sejak awal karena Pasal 7 konstitusi kita bahkan mengatur seorang presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent (petahana)," kata Habiburokhman.
Dia kembali menegaskan bahwa tidak ada yang salah ketika presiden mendukung salah satu paslon.
Namun, sambungnya, yang terpenting tidak menggunakan fasilitas negara.
"Poinnya adalah presiden atau menyeru boleh mendukung salah satu calon yang penting jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya," ujarnya.
Baca juga: Ditanya Netralitas Pejabat, Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak
Lantas, Habiburokhman mencontohkan praktik soal pernyataan Jokowi saat tahun 2016 di AS ketika Barrack Obama mendukung Hillary Clinton ketika mencalonkan diri sebagai capres.
Padahal, saat itu, Obama masih berstatus presiden petahana AS dan Hillary merupakan capres yang bernaung di partai yang sama yaitu Partai Demokrat.
Lebih lanjut, Habiburokhman mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terkait penyalahgunaan kekuasaan ketika presiden mendukung salah satu paslon.
Hal tersebut karena sudah ada aturan berlapis yang mengaturnya.
"Intinya tidak perlu khawatir apabila presiden atau menteri menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon, karena ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi menyebut Presiden boleh untuk berkampanye dan memihak.
Hal ini disampaikannya menjawab pertanyaan awak media terkait netralitas menteri dalam Pemilu 2024.
Bahkan, pernyataannya itu disampaikannya di depan Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus capres nomor urut 2, Prabowo Subianto
"Yang paling penting, Presiden itu boleh lho kampanye, Presiden boleh lho memihak," katanya usai penyerahan sejumlah alutsista di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Baca juga: Pose Dua Jari dari Mobil Presiden, Jokowi: Menyenangkan
Namun, Jokowi mengingatkan bahwa kampanye yang dilakukan tidak diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas negara.
Dia mengungkapkan diperbolehkannya presiden atau pejabat lainnya berkampanye lantaran berstatus pejabat publik sekaligus pejabat politik.
"Tapi yang paling penting, waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Boleh."
"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gitu nggak boleh. Menteri juga boleh (berkampanye)," ujarnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024