Perludem: Undang-undang Tegas Melarang Pejabat Negara Berpihak kepada Peserta Pemilu
larangan itu diberikan untuk ruang lingkup waktu yang lebih luas, sebelum, selama, dan sesudah kampanye.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur larangan pejabat negara untuk berpihak kepada peserta pemilu.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati dalam keterangannya, Rabu (24/1/2024).
Baca juga: VIDEO Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Ada Syaratnya
Ninis, sapaan akrabnya, menjelaskan di dalam Pasal 283 ayat (1) UU Nomer 7 Tahun 2017 terdapat ketentuan yang mengatur soal pejabat negara yang serta aparatur sipil negara yang dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.
Ketentuan itu berbunyi “Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”.
"Ketentuan ini jelas ingin memastikan, pejabat negara, apalagi selevel presiden dan menteri untuk tidak melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan pada peserta pemilu tertentu," ujar Ninis.
Baca juga: Senyum Semringah Jokowi saat Lihat Prabowo Ancang-ancang Joget Gemoy
Bahkan, lanjutnya, larangan itu diberikan untuk ruang lingkup waktu yang lebih luas, sebelum, selama, dan sesudah kampanye.
Ia juga menekankan ihwal kerangka hukum di dalam UU Pemilu dapat disimpulkan ingin memastikan semua pejabat negara yang punya akses terhadap program, anggaran, dan fasilitas negara untuk tidak menyalahgunakan jabatannya dengan menguntungkan peserta pemilu tertentu.
Sebagimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan setiap orang di negara demokrasi memiliki hak politik. Ia juga menegaskan, bukan hanya menteri, presiden sekalipun boleh berkampanye
"Presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi usai menyaksikan penyerahan sejumlah Alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada TNI, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, (24/1/2024).
"Boleh, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa gini nggak boleh gitu nggak boleh, boleh menteri juga boleh," imbuhnya.
Menurut Jokowi yang paling penting adalah saat berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara dan cuti dari tugas kenegaraan.
Ninis menjelaskan pernyataan Jokowi dipastikan hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 ayat
(1) UU No. 7 Tahun 2017 yang berbunyi:
“Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
Baca juga: Jokowi sebut Presiden boleh Memihak di Pilpres, Gerindra: Negara Punya Aturan Berlapis soal Itu
a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Padahal di dalam UU No. 7 Tahun 2017, khususnya di dalam Pasal 282 UU No. 7 Tahun 2017 terdapat larangan kepada “pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye”.
"Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi Presiden dan pejabat negara lain, termasuk Menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye," pungkas Ninis.